28 Desember, 2007

SOSIAL & AGAMA

SUKSES DI MATA ISTERI

Tobri, seorang tua renta, mengisahkan kehidupannya yang telah ia jalani dalam kemelaratan selama hampir 70 tahun. Dua puluh tahun sebagai bujangan tanpa ijasah apapun ia akhiri dengan menikahi Suryati si Tukang Jamu Gendong yang sering lewat di sebuah pasar tempat ia mangkal sebagai “asisten” Tukang Parkir. .

Tobri mungkin punya daya tarik tersendiri di mata Suryati, sekalipun tidak menjanjikan masa depan yang cerah. Tapi selama 40 tahun Tobri telah membuktikan bahwa dirinya tetap menarik di mata Suryati, hingga ia menginjak usia 60 tahun, dan harus kehilangan Suryati yang meninggal secara mengenaskan. Suryati tergilas kereta api.di depan rumah gubugnya.

Tentu saja Tobri sangat terpukul perasaannya. Kehilangan orang yang dicintainya telah ia alami berulang-ulang sejak anak yang pertama berumur 4 tahun juga tergilas kereta api di depan rumah gubugnya. Lalu setahun kemudian anaknya yang kedua berumjur 4 tahun menyusul tergilas kereta api di depan rumah gubugnya. Dan setahun berikutnya, anaknya yang ketiga berumur 4 tahun juga terlindas habis oleh kereta api yang lewat di depan rumah gubugnya.

”Sejak itu Suryati tidak ingin lagi punya anak. Dia tidak mau lagi kehilangan. Lebih baik tidak memiliki dari pada akan kehilangan”., kata Tobri mengisahkan. Tobri sudah merelakan kehilangan semuanya, tetapi dia tidak ingin lagi memiliki apa-apa. Juga karena faktor usia. Satu-satunya yang ia lakukan untuk mempertahankan hidupnya adalah dengan menjual batuknya di persimpangan jalan, mengharap belas kasihan orang lain.

Tobri mungkin sudah putus asa, seperti yang dikisahkannya. Selama hidupnya bersama keluarga telah berusaha banyak melakukan apapun untuk bertahan hidup.Bukannya tidak pernah mencoba beralih profesi untuk mendapatkan yang lebih baik. Ia telah mencoba berulang kali melamar pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya. Tetapi tidak satu orang pun mau memberi kepercayaan. Satu-satunya kepercayaan yang ia yakini adalah kepercayaan dari Sang Cholik yang telah memberikan kesempatan untuk tetap bisa menjalani pekerjaan sebagai pemungut uang parkir. Paling tidak itu yang selalu ia syukuri.

Satu-satunya pengalaman selama hidupnya yang ia anggap sebagai prestasi adalah ketika di usia 40 tahun dia bisa mendapat pengakuan sebagai Tukang Parkir. Tidak lagi sebagai ”asisten” Tukang Parkir. Itupun didapatnya karena Tukang Parkir sebelumnya meninggal terlindas Truk pengangkut sayuran.

”Menurut anda apakah saya bisa dikatakan sebagai orang sukses?” tanya Tobri dengan suara berat terpatah-patah kepada setiap orang yang mendengarkan kisahnya. Dan Tobri mengakui beberapa orang selalu mengatakan bahwa dirinya adalah orang sukses.

”Lalu menurut anda apa arti kesuksesan orang lain bagi anda sendiri?” Itu pertanyaan Tobri yang selalu dilontarkan kepada setiap orang untuk menguji pujiannya. Tapi tak satu orang pun rupanya pernah berani memberikan jawaban.

Yang dia tahu, hanya satu orang yang pernah mengatakan sejujurnya bahwa dirinya sukses, adalah mendiang isterinya. Dia meyakini pujian isterinya diucapkan dengan tulus. Hal itu dikarenakan isterinya dianggap sebagai orang yang betul-betul mengenali dirinya, mengetahui situasinya, mengetahui kemampuannya, mengetahui perjuangannya, mengetahui kebutuhannya, dan tidak punya kekuasaan atas pekerjaan suaminya. Tobri tahu bahwa isterinya tidak akan menanggung konsekuensi apapun setelah memberi pujian kepada suaminya, kecuali semakin disayang suami. (Medy P Sargo, 12 Juni 2010)

Tidak ada komentar: