28 Desember, 2007

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

HAK MORAL DAN HAK EKONOMIS

Sebagai seorang pekerja di bidang intelektual, apakah itu sastrawan, atau pun scientist, anda perlu mengenali Hak Moral (moral rights) dan Hak Ekonomis (economic rights) yang dapat anda miliki atas sebuah karya yang anda lahirkan. Kesadaran akan Hak Moral dan Hak Ekonomis adalah bagian dari pertumbuhan kebudayaan manusia.

Ketika suatu kelompok masyarakat tertentu belum begitu memahami esensi dari suatu nilai ekonomis yang terkandung dalam setiap karya intelektual yang dihasilkan baik secara individual maupun yang merupakan karya kelompok, maka kita patut khawatir bakal tumbuhnya berbagai tindak pelanggaran atas hak ekonomis milik orang lain dalam masyarakat tersebut.

Bila demikian halnya maka dapat dimengerti munculnya tingkat kekhawatiran di kalangan masyarakat industri negara maju terhadap kecenderungan yang terjadi di negara-negara yang masih dikategorikan sebagai negara baru dalam pembangunan sistem HaKI. Meskipun hal itu bukan berarti bahwa di negara-negara industri maju tidak pernah terjadi pelanggaran HaKI.

Hal yang menarik dalam kehidupan sehari-hari adalah bahwa yang berkembang dalam masyarakat adalah justru sekedar kebutuhan terhadap penghargaan dan pengakuan secara moral atas karya-karya intelektualnya. Belum tumbuh kepada pemberdayaan secara ekonomis atas karya kreatif yang begitu beragam.

Adalah sebuah kenyataan yang terpotret bahwa masyarakat Indonesia (khususnya masyarakat tradisional) pada umumnya lebih mengutamakan terpenuhinya hak moral ketimbang hak ekonomis atas hasil-hasil karya kreatifnya. Memang faktanya tidaklah gampang mewujudkan harapan terpenuhinya hak ekonomis secara wajar kalau bukan melalui kesepakatan yang tidak berimbang.

Tragisnya, bagaimana mungkin hubungan timbal balik antara aspek dihargai dan menghargai serta diakui dan mengakui ini bisa sejajar ketika masuk ke dalam ruang bisnis. Boleh jadi situasi ini dipengaruhi oleh aspek budaya gotong royong, dimana semua orang boleh saling memanfaatkan tanpa memperhitungkan hal-hal yang berkaitan dengan manfaat ekonomis. Segala daya dan kemampuan seseorang selalu dilihat dari fungsi sosialnya. Namun kondisi ini bisa saja dieksploitasi oleh pihak lain yang memiliki kepentingan berbeda.

Akan tetapi sebenarnya apa yang pernah dibanggakan dengan konsep gotongroyong dalam masyarakat Indonesia, nyaris tidak dapat dipertahankan lagi ketika konsep pembenaran atas hak-hak ekonomis harus dipahami dan diterima oleh suatu kelas masyarakat tertentu. Padahal sebagian masyarakat kita belum benar-benar menyadari bahwa konsep gotongroyong yang selama ini dianut pun sebenarnya telah hampir punah. Sebaliknya belum serta merta menyepakati untuk menerima konsep individualistis dan kompetisi bebas yang nota bene identik dengan konsep pembenaran atas hak-hak ekonomis eksklusif.

Pendapat ini boleh dikaitkan dengan pendapat George Foster (Muchlis R.Luddin, “Kedudukan Masyarakat Pedesaan di Tengah-tengah Perubahan Sosial dan Implikasinya pada Pendidikan” Majalah Ilmu dan Budaya, Th.XIII, 1991, hl. 470-471) yang mengkategorikan suatu berbedaan masyarakat Tribalisme dengan masyarakat desa sebagai apa yang disebut “traditional societies”, dan digambarkan penuh dengan keterbatasan. Tak terkecuali di bidang teknologi. Sehingga rentan terhadap ketergantungan pada masyarakat lain. Bahayanya kalau ketergantungan itu hanya bisa dipenuhi oleh masyarakat di luar masyarakatnya, maka yang akan muncul adalah eksploitasi atas “sifat ketergantungan”. (Medy P Sargo)




Anda punya pendapat tentang Hak Kekayaan Intelektual? Silahkan bergabung dalam forum ini.

Tidak ada komentar: