BARACK OBAMA VS HARAPAN BANGSA PEMALAS
(Edisi Jelang Pilpres 2014)
Hanya
kata “memalukan!” yang paling tepat dicirikan pada sebagian bangsa kita
(termasuk di dalamnya para pengamat/tokoh politik dan ekonomi), yang
menempatkan harapan terlalu tinggi pada Barack Obama sebagai Presiden
terpilih Amerika Serikat.
Bagaimana tidak, mereka para
pengamat/tokoh politik khususnya, menanggapi kemenangan Barack Obama
sebagai keberuntungan bagi Indonesia. Mengingat kata mereka, Barry
(panggilan kecil Barack Obama) adalah orang yang pernah tinggal di
Indonesia pada masa kecilnya (sebenarnya tidak sampai lebih dari 3
tahun). Bahkan disinyalir pernah menganut agama Islam (agama yang dianut
ayahnya berkewarganegaraan Kenya) dan diduga pernah berkewarganegaraan
Indonesia sebelum akhirnya pindah dan menetap di Amerika Serikat.
Banyak
di antara kita yang meramalkan (sebenarnya mengharapkan) bahwa Obama
akan memperlakukan Indonesia lebih baik dari pada presiden sebelumnya,
hanya karena Obama diperkirakan masih memiliki ikatan emosional dengan
rakyat Indonesia. Benarkah demikian? Terlebih lagi karena Obama memiliki
adik perempuan, Maya Soetoro, yang ber-ayah-kan orang Jawa.
Mungkin
sebaiknya kita perlu minta pendapat Maya Soetoro, yang kini
berkewarganegaraan Amerika, apakah dia sebagai anak orang Jawa memiliki
kecintaan pada Indonesia? Tentu saja bukan bermaksud meragukan. Tetapi
sebagai orang berkewarganegaraan Amerika wajar tentunya bila dia lebih
membela kepentingan negaranya. Apalagi bagi Obama, yang hanya memiliki
setetes “masa” saja menetap di Indonesia. Sementara seorang pelaku bom
Bali yang note bene orang Indonesia tulen pun justru tidak memiliki
beban menghianati bangsanya. Bagi Obama tentu tidaklah menjadi beban
untuk tidak memikirkan Indonesia, kecuali Indonesia akan memberikan
keuntungan yang jauh lebih besar dari apa yang akan Amerika berikan
kepada Indonesia.
Obama yang pernah bersekolah (SD) di daerah
Menteng, diangan-angankan sebagian rakyat Indonesia untuk sedikit saja
“berpihak” pada Indonesia. Sesungguhnya sah-sah saja orang memiliki
angan-angan demikian. Tetapi penting bagi bangsa ini untuk berpandangan
realistis. Jangan terbius oleh hal-hal yang musykil. Sebab itu akan
membuat bangsa ini menjadi bangsa yang pantas dipermalukan oleh diri
sendiri.
Munculnya pandangan tentang “keberpihakan” Obama kepada
Indonesia sesungguhnya hanya sekedar menunjukkan bahwa bangsa ini lebih
mengedepankan pertimbangan-pertimbangan emosional yang sangat lemah.
Barangkali pandangan tersebut boleh diakui sebagai penandaan terhadap
bangsa yang lebih akrab dengan budaya KKN dan “Kemalasan”.
Bangsa
yang akrab dengan KKN dan kemalasan adalah bangsa yang selalu berharap
mendapat sesuatu dari perhatian orang lain tanpa ia merasa harus
berusaha dengan keras. Bahayanya kalau hal itu terlalu diyakini, maka ia
akan berpengaruh pada ketahanan bangsa. Bangsa ini menjadi lengah,
karena merasa tidak memiliki ancaman dari luar.
Sepanjang
perjalanan sejarah bangsa kita, belum pernah diuntungkan oleh kebijakan
luar negeri negara-negara maju. Ini jika kita mau benar-benar main
itung-itungan. Pandangan ini tidak ada hubungannya dengan benci atau
tidaknya pada bangsa lain. Karena kita selalu harus menyadari tidak ada
pengorbanan bangsa lain untuk lebih memajukan bangsa kita dari pada
negaranya sendiri.
Mari kita simak pidato berulang-ulang Barack
Obama sejak tahun 2004. Dia mengatakan bahwa tidak ada “Arab-Amerika”,
tidak ada “Latin-Amerika”, yang ada adalah United State of America.
Artinya Obama tidak akan melihat perbedaan dan membeda-bedakan. Dia
hanya melihat bahwa yang ada adalah Amerika Serikat. Seorang Obama lebih
melihat Amerika sebagai suatu negara yang utuh teritegrasi. Pernyataan
tersebut bukan sekedar menegaskan bahwa Obama menentang perbedaan,
tetapi juga dia lebih mengedepankan kepentingan Amerika Serikat di atas
segala-galanya.
Dalam dunia politik bila ingin melindungi
kepentingan negaranya maka tentu saja bila perlu menyingkirkan
kepentingan negara lain dengan berbagai pendekatan. Pendekatan yang
halus ataupun kasar hanyalah sebuah cara. Dan bagi negara mana pun di
dunia, pastilah tidak menghendaki kepentingannya dihancurkan. Jika ada
sebuah negara yang tidak menyadari bahwa kepentingannya sedang
dihancurkan negara lain, itu hanya dikarenakan terlalu menyandarkan
harapan pada belas kasih negara lain. Jika demikian adanya, maka
benarlah bangsa ini adalah bangsa pemalas.
Bagi bangsa pemalas,
barangkali tidak akan protes ketika "kakinya" diamputasi oleh ”kebaikan”
negara lain yang hanya menggantinya dengan sepiring nasi untuk makan
sehari. Dan jika calon pemimpin kita yang akan bertarung di Pemilu tahun
2014 masih berfikir demikian, sebaiknya tidak memberanikan diri ikut
dalam bursa pencalonan pemimpin negara. Negara ini memerlukan pemimpin
yang merdeka, cerdas, tegas, pantang menyerah, dan punya harga diri.
SANG JEMBATAN HATI. Aku berada di antara kemarin dan esok, dan Anda akan selalu ada di lubuk hatiku.
08 September, 2013
22 Juni, 2013
03 Mei, 2013
Langganan:
Postingan (Atom)