28 Desember, 2007

SINEMA & MULTIMEDIA

TENTANG UU PERFILMAN TERBARU

UU Perfilman yang terbaru akan segera membuktikan film kita tidak akan bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Target produksi 200 buah per tahun adalah basa-basi pemerintah untuk menguburkan kekhawatiran kita akan kondisi perfilman nasional di masa depan. Saya tak pernah ragu akan keraguan saya terhadap para elit di banyak sektor di negeri ini, bahwa diantaranya adalah anasir-anasir yang menyuarakan kepentingan asing. Kalau pemerintah mau adil, sebenarnya yang harus dilakukan adalah mengawasi peredaran secara fair atas film produksi mana pun. Adalah penghinaan terhadap prinsip-prinsip hak asasi manusia Indonesia, ketika kita diawasi berkreasi, sementara kreasi-kreasi film asing justru boleh "bicara" sebebas-bebasnya tanpa dikoreksi. Nanti akan ada film asing tentang pengungkapan siapa "sesungguhnya" teroris. Sementara kita ditutup hak jawabnya melalui media yang sama. Itu baru perumpamaan kecil. Yang sesungguhnya akan segera kita hadapi dengan mengibarkan bendera kuning bagi kreatifitas.
Undang-undang perfileman ini tidak bisa dilihat hanya dari sudut permasalahan mampu tidaknya membatasi gerak sineas dalam mengeksploitasi adegan sex dan kekerasan. Padahal film juga dapat digunakan sebagai alat propaganda yang dapat merugikan ketahanan nasional dari aspek politik maupun ekonomi. Terutama filem-filem import yang sarat dengan muatan politis.


INSAN FILEM NASIONAL YANG SAYA INGAT

I. Aktor dan Sutradara

1. Adi Bing Slamet
2. Adi Kurdi
3. Adi Surya Abdi
4. Aedy Moward
5. Alex Komang
6. Ami Priyono
7. Amoro Katamsi
8. Andy Auric
9. Andy Carol
10. Ari Wibowo
11. Arifin C. Noer
12. A. Rizal
13. Ary Sihasale
14. Asrul Sani
15. August Melaz
16. Bagio
17. Bambang Hermanto
18. Bambang Irawan
19. Barry Prima
20. Benny Burnama
21. Benyamin S
22. Billy Argo
23. Bing Slamet
24. Broery Marantika
25. Budi Schwarzkrone
26. Chris Patikawa
27. Deddy Mizwar
28 Dedy Sutomo
29. Dicky Suprapto
30. Dicky Zulkarnaen
31. Didi Petet
32. Doddy Sukma
33. El Manik
34. Eros Djarot
35. Faroek Afero
36. Franky Rorimpandey
37. Frans Toto Ars
38. Fritz G. Schad
39. Gatot Teguh Arifianto
40. George Kamarullah
41. George Rudi
42. Gerry Iskak
43. Hadisjam Tahak
44. Harry Capri
45. Hendra Cipta
46. Hengky Sulaeman
47. Henky Tornando
48. Ismed M. Noor
49. Jamal Mirdad
50. Kaharuddin Syah
51. Lukman Sardi
52. Mang Udel
53. Mansjur Sjah
54. Maruli Sitompul
55. Mathias Muchus
56. Misbach Yusa Biran
57. Nawi Ismail
58. Nico Pelamonia
59. Nyak Abas Acup
60. Piet Pagau
61. Pietra Jaya Burnama
62. Pong Hardjatmo
63. Rachmat Hidayat
64. Rachmat Kartolo
65. Raden Mochtar
66. Rano Karno
67. Ratno Timoer
68. Ray Sahetapy
69. Robby Sugara
70. Roy Marten
71. Rudi Salam
72. Rudi Wowor
73. Sandy Suwardi
74. Sisworo Gautama
75. Slamet Rahardjo
76. Soekarno M. Noor
77. Soemardjono
78. Sophan Sopiaan
79. Syumandjaja
80. Tan Tjeng Bok
81. Teguh Karya
82. Tino Karno
83. Tio Pakusadewo
84. Tora Sudiro
85. Toro Margen
86. Usmar Ismail
87. W.D, Mochtar
88. Wahab Abdi
89. Wahab Abdi
90. Willy Dozan
91. Wim Umboh
92. Zainal Abidin




II. Aktris dan Sutradara

1. Ade Irawan
2. Alicia Djohar
3. Aminah Cendrakasih
4. Anita Carolina Muhede
5. Ayu Ashary
6. Beby Zelvia
7. Christine Hakim
8. Cintami Atmanegara
9. ConnieSutedja
10. Dessy Ratnasari
11. Dewi Irawan
12. Dewi Yul
13. Doris Calabout
14. Faradila Sandi
15. Farida Pasha
16. Fifi Young
17. Ida Farida
18. Ida Iasha
19. Ida Kusumah
20. Ida Leman
21. Ira Maya Saphira
22. Ira Maya Sofa
23. Ira Wibowo
24. Ita Mustafa
25. Joice Erna
26. Leni Marlina
27. Lia Waroka
28. Lidya Kandow
29. Marcela Zalianti
30. Marini
31. Marisa Haque
32. Marlia Hardi
33. Marlin Husein
34. Maudy Kusmaedi
35. Maudy Wilhelmina
36. Maya Rumantir
37. Maya Sopha
38. Meriam Bellina
39. Mieke Wijaya
40. Mila Karmila
41. Minati Atmanegara
42. Mira Lesmana
43. Mutiara Sani
44. Nani Wijaya
45. Neni Triana
46. Nia Zulkarnaen
47. Nike Ardila
48. Niniek L Karim
49. Paramitha Rusadi
50. Paula Rumokoy
51. Rae Sita
52. Rahayu Efendi
53. Ratmi B 29
54. Reni Djayusman
55. Ria Irawan
56. Rima Melati
57. Rina Hassim,
58. Rini S Bono
59. Rita Zahara
60. Ruth Pelupesi
61. Santi Sardi
62. Sisca Widowaty
63. Sofia WD
64. Suti Karno
65. Suzana
66. Tety Liz Indriati
67. Uci Bing Slamet
68. Widyawaty
69. Wike Widowaty
70. Wolly Sutinah
71. Yati Octavia
72. Yennie Rachman
73. Yessi Gusman
74. Citra Dewi
75. Elvi Sukaesih
76. Nungky Kusumawati
77. Sherly Malinton
78. Yati Surachman
79.

HUKUM & POLITIK

BARACK OBAMA VS HARAPAN BANGSA PEMALAS

Hanya kata “memalukan!” yang paling tepat dicirikan pada sebagian bangsa kita (termasuk di dalamnya para pengamat/tokoh politik dan ekonomi), yang menempatkan harapan terlalu tinggi pada Barack Obama sebagai Presiden terpilih Amerika Serikat.

Bagaimana tidak, mereka para pengamat/tokoh politik khususnya, menanggapi kemenangan Barack Obama sebagai keberuntungan bagi Indonesia. Mengingat kata mereka, Barry (panggilan kecil Barack Obama) adalah orang yang pernah tinggal di Indonesia pada masa kecilnya (sebenarnya tidak sampai lebih dari 3 tahun). Bahkan disinyalir pernah menganut agama Islam (agama yang dianut ayahnya berkewarganegaraan Kenya) dan diduga pernah berkewarganegaraan Indonesia sebelum akhirnya pindah dan menetap di Amerika Serikat.

Banyak di antara kita yang meramalkan (sebenarnya mengharapkan) bahwa Obama akan memperlakukan Indonesia lebih baik dari pada presiden sebelumnya, hanya karena Obama diperkirakan masih memiliki ikatan emosional dengan rakyat Indonesia. Benarkah demikian? Terlebih lagi karena Obama memiliki adik perempuan, Maya Soetoro, yang ber-ayah-kan orang Jawa.

Mungkin sebaiknya kita perlu minta pendapat Maya Soetoro, yang kini berkewarganegaraan Amerika, apakah dia sebagai anak orang Jawa memiliki kecintaan pada Indonesia? Tentu saja bukan bermaksud meragukan. Tetapi sebagai orang berkewarganegaraan Amerika wajar tentunya bila dia lebih membela kepentingan negaranya. Apalagi bagi Obama, yang hanya memiliki setetes “masa” saja menetap di Indonesia. Sementara seorang pelaku bom Bali yang note bene orang Indonesia tulen pun justru tidak memiliki beban menghianati bangsanya. Bagi Obama tentu tidaklah menjadi beban untuk tidak memikirkan Indonesia, kecuali Indonesia akan memberikan keuntungan yang jauh lebih besar dari apa yang akan Amerika berikan kepada Indonesia.

Obama yang pernah bersekolah (SD) di daerah Menteng, diangan-angankan sebagian rakyat Indonesia untuk sedikit saja “berpihak” pada Indonesia. Sesungguhnya sah-sah saja orang memiliki angan-angan demikian. Tetapi penting bagi bangsa ini untuk berpandangan realistis. Jangan terbius oleh hal-hal yang musykil. Sebab itu akan membuat bangsa ini menjadi bangsa yang pantas dipermalukan oleh diri sendiri.

Munculnya pandangan tentang “keberpihakan” Obama kepada Indonesia sesungguhnya hanya sekedar menunjukkan bahwa bangsa ini lebih mengedepankan pertimbangan-pertimbangan emosional yang sangat lemah. Barangkali pandangan tersebut boleh diakui sebagai penandaan terhadap bangsa yang lebih akrab dengan budaya KKN dan “Kemalasan”.

Bangsa yang akrab dengan KKN dan kemalasan adalah bangsa yang selalu berharap mendapat sesuatu dari perhatian orang lain tanpa ia merasa harus berusaha dengan keras. Bahayanya kalau hal itu terlalu diyakini, maka ia akan berpengaruh pada ketahanan bangsa. Bangsa ini menjadi lengah, karena merasa tidak memiliki ancaman dari luar.

Sepanjang perjalanan sejarah bangsa kita, belum pernah diuntungkan oleh kebijakan luar negeri negara-negara maju. Ini jika kita mau benar-benar main itung-itungan. Pandangan ini tidak ada hubungannya dengan benci atau tidaknya pada bangsa lain. Karena kita selalu harus menyadari tidak ada pengorbanan bangsa lain untuk lebih memajukan bangsa kita dari pada negaranya sendiri.

Mari kita simak pidato berulang-ulang Barack Obama sejak tahun 2004. Dia mengatakan bahwa tidak ada “Arab-Amerika”, tidak ada “Latin-Amerika”, yang ada adalah United State of America. Artinya Obama tidak akan melihat perbedaan dan membeda-bedakan. Dia hanya melihat bahwa yang ada adalah Amerika Serikat. Seorang Obama lebih melihat Amerika sebagai suatu negara yang utuh teritegrasi. Pernyataan tersebut bukan sekedar menegaskan bahwa Obama menentang perbedaan, tetapi juga dia lebih mengedepankan kepentingan Amerika Serikat di atas segala-galanya.

Dalam dunia politik bila ingin melindungi kepentingan negaranya maka tentu saja bila perlu menyingkirkan kepentingan negara lain dengan berbagai pendekatan. Pendekatan yang halus ataupun kasar hanyalah sebuah cara. Dan bagi negara mana pun di dunia, pastilah tidak menghendaki kepentingannya dihancurkan. Jika ada sebuah negara yang tidak menyadari bahwa kepentingannya sedang dihancurkan negara lain, itu hanya dikarenakan terlalu menyandarkan harapan pada belas kasih negara lain. Jika demikian adanya, maka benarlah bangsa ini adalah bangsa pemalas.

Bagi bangsa pemalas, barangkali tidak akan protes ketika "kakinya" diamputasi oleh ”kebaikan” negara lain yang hanya menggantinya dengan sepiring nasi untuk makan sehari. Dan jika calon pemimpin kita yang akan bertarung di Pemilu tahun 2009 masih berfikir demikian, sebaiknya tidak memberanikan diri ikut dalam bursa pencalonan pemimpin negara. Negara ini memerlukan pemimpin yang merdeka, cerdas, tegas, pantang menyerah, dan punya harga diri.


=========================================================


Lagu PEMOEDA INDONESIA (1943)

Kalau saat pra peringatan 17 Agustus 2007 masyarakat dihebohkan oleh berita generasi pemuda Indonesia yang terkejut bahwa sebenarnya lagu Indonesia Raya terdiri dari 3 (tiga) stanza arau kuplet, walaupun para pandu Indonesia seperti Pandu Rakyat Indonesia, Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI) dlsb yang kemudian menjadi Praja Muda Karana (Pramuka) sebenarnya telah hafal sebagai salah saru syarat kenaikan tingkat ketrampilan, maka pasca peringatan 17 Agustus 2007 ini seharusnya masyarakat benar2 heboh dengan tergalinya lagu PEMOEDA INDONESIA ciptaan guru Siagian, 1943 di Aceh, yang direkam oleh Bapak Alwin Nurdin, saat itu masih siswa di Kutaraja, Aceh, setingkat Sekolah Menengah Umum sekarang. Lagu tersebut menyatakan “Pemoeda Indonesia , Harapan Noesa dan Bangsa. Siap sedia, ichlas semoea. Berkorban seloeroeh tenaga. Fikiran dan joega harta oentoek Iboe Indonesia . Agar tertjapai tjita-tjita … Indonesia Merdeka !” Karena lagu itulah, semangat pemoeda Alwin Nurdin terpanggil masuk Giyugun (PETA – Pembela Tanah Air, Bireun, Aceh), Agustus 1945 dan kemudian tergabung dalam Barisan Pemoeda Indonesia (BPI, 21 September 1945), ber-turut2 perwira Tentara Keamanan Rakyat (TKR, Medan), KaStaf Operasi Komando Resimen Laskar Rakyat MEDAN Area, perwira Komando TT-I Sumatara Utara, siswa Hogere Krijgsschool (setingkat Sekolah Komando) di Den Haag, dosen SSKAD, Bandung, Dan Yon 306/9 Siliwangi dan perwira SUAD-MABAD di Jakarta.
Dan generasi pengawal Indonesia Merdeka kini perlu bersyukur karena pada 24 Agustus 2007 jam 14 – 17 wib di Ruang GBHN, Gedung Nusantara V, MPR RI, Senayan, Bpk Alwin Nurdin dkk seperjuangannya bersedia berbagi pengalaman dalam Bina Patriot Persatuan & Kesatuan Bangsa, sekaligus yanyikan lagu PEMOEDA INDONESIA tersebut.
Tidak berkelebihan, penampilan kembali lagu PEMOEDA INDONESIA itu ternyata diikuti pada hari yang sama jam 20 wib oleh Konser Kebangsaan gelaran PERBANAS di Balai Sarbini, Jl. Jenderal Sudirman, tempat Bpk Alwin Nurdin selaku KaDep BinGenDa LVRI (Bina Generasi Muda, Legiun Veteran Republik Indonesia) berkantor se-hari2.
Inilah yang disebut sebagai nikmat yang Allah SWT berikan kepada umatNya yang saleh, iman dan taqwa, serta para generasi pemuda sebagai pengawal Indonesia Merdeka guna penguatan jiwa Pariot Persatuan & Kesatuan Bangsa Indonesia.
DIRGAHAYU 62 Tahun INDONESIA MERDEKA.
Jakarta, 23 Agustus 2007

Pandji R. Hadinoto,
KorNas KERABAT45 [www.asiabersama.com/kerabat45]

=========================================================



PILKADA
Sumber: pendapat pribadi, 20 Mei 2008.

Sekarang ini musim jalan pintas. Banyak orang yang ingin mencalonkan jadi Kepala Daerah tapi tidak punya visi yang kuat, selain cuma punya uang yang kuat. Sadar bahwa mereka tidak akan mendapatkan suara publik. Lalu mereka membonceng popularitas nama artis/selebritis. Ditempelkanlah nama artis itu di dadanya. Sebaliknya Si Artis juga pengen jadi birokrat. Aji mumpunglah yang dianut. Maka mereka pun rela dimasukkan ke dalam kantong celana calon partnernya.

Yang amat sangat mengherankan. Semua calon pilkada rela mengeluarkan biaya yang tak terkira besarnya. Milyaran rupiah!!!. Lalu kalau mereka jadi pejabat nanti, apakah gaji mereka selama 5 tahun bisa cukup mengembalikan modal yang mereka keluarkan?

Kira-kira bagaimana mereka bisa menjelaskan soal ini? Tapi dari pada memaksa mereka untuk berbicara penuh kebohongan, lebih baik jangan ditanya soal itu. Kasihan. Kita pun yang mendengar nantinya akan semakin bingung. Apalagi kalau partai yang mencalonkannya ikut-ikutan menjawab. Belum lagi jika dikait-kaitkan dengan pihak lain yang disebut-sebut sebagai donatur, yang katanya menyumbang tanpa pamrih. Seingat saya, di dunia ini tidak ada "makan siang yang gratis". Jadi bohong kalau ada partai yang tidak punya pamrih. Seorang yang setiap hari berpakaian bersih pun belum tentu ia selalu berada di tempat bersih. (Medy P. Sargo)

=========================================================


TEROR FLU BURUNG
(Sekedar untuk mengerutkan kening)

"Pusing!!!" keluh Kalut, seorang laki-laki berperawakan tinggi besar yang baru satu hari terpilih sebagai Kepala Desa Gemah Ripah.

" Kenapa Pak? " tanya Gaduh, juru tulis Desa yang sudah bekerja hampir 25 tahun di kantor Desa itu.

" Semalam aku didatangi utusan dari Desa Pemalak. Kamu tahu kan Desa Pemalak?"

" Tahu Pak, Desa itu paling maju di wilayah ini, dan sering banyak menawarkan bantuan dana bagi pembangunan Desa kita. Desa itu juga punya banyak kegiatan bisnis di Desa kita ini. Salah satunya penambangan emas di wilayah Desa kita bagian timur, itu adalah usaha milik Desa Pemalak. Lalu kenapa dengan soal kedatangan utusan itu, Pak?" kata Gaduh sambil merapikan buku catatan di atas mejanyanya yang sudah agak usang dan reyot.

"Itulah soalnya. Utusan itu bilang bahwa Desa Pemalak berkehendak untuk mensuplai paha dan sayap ayam ke Desa Gemah Ripah, desa kita, karena di desanya tidak ada warganya yang suka bagian ikan ayam seperti itu. Dari pada terbuang mendingan dijual ke desa kita katanya" Kata Kalut dengan suara gemetar.

"Bapak tidak usah panik. Itu soal biasa, setiap ada pergantian kepala desa di Desa Gemah Ripah ini Desa Pemalak selalu minta itu dan ini. Kita memang sulit menolak, karena kita punya banyak utang pada Desa itu", Gaduh berusaha menenangkan atasannya itu.

"Masalahnya, bagaimana mungkin aku bisa menerima suplai paha ayam, sementara di desa kita juga sudah banyak pengusaha ayam. Saya kan tidak bisa menerima begitu saja. Bisa-bisa saya digantung para pengusaha ayam di desa kita".

"Gampang saja Pak. Serahkan tugas itu kepada saya, dan saya akan koordinasi dengan Ketua Asosiasi Pengusaha Ayam di desa kita ini, namanya Pak Unggas. Juga saya akan minta Bidan Siti untuk membantu memecahkan masalah ini", kata Gaduh bersemangat.

"Lho apa hubungannya dengan Bidan Siti?", tanya Kalut.

"Pokoknya setidak-tidaknya dia mengerti sedikit tentang kesehatan. Di desa kita kan tidak ada dokter. Saya mau minta Bidan Siti untuk menjadi artis dalam beberapa pekan, menjelaskan tentang bahayanya virus flu burung yang menjangkiti unggas penduduk. Kita akan datangkan wartawan media tv agar meliput ini. Segera setelah berita ini tersebar, penduduk akan panik dan akan memusnahkan unggas peliharaannya".

Kalut nampak masih belum dapat menangkap apa yang dimaksudkan stafnya si juru tulis yang berperawakan kecil itu.

"Gaduh!! sebenarnya apa yang mau kamu lakukan. Kamu harus beritahu saya sebelumnya. Saya ini kan atasan kamu." kata Kalut berusaha mengingatkan dengan suara agak dibuat nge-bass agar nampak berwibawa.

"Percayalah Bapak Kepala Desa, saya akan melakukan sesuatu yang dapat mengurangi beban Bapak. Bahwa cara saya ini nantinya akan memojokkan Bapak, itu bukan persoalan saya, karena saya sama sekali tidak punya niatan ke arah itu. Tapi paling tidak masalah Bapak akan teratasi." kata Gaduh sambil beranjak ke luar ruangan. Begitu berbegasnya hingga Kalut pun tidak sempat lagi dapat berkata-kata.

Besoknya, Gaduh sudah berada di meja kerja jauh lebih pagi, dengan pakaian yang lebih rapi. Dan tidak lama kemudian Kalut datang memasuki ruangan menuju kamar kerjanya di bagian belakang. Dia sempat melewati meja Gaduh yang sedang duduk sibuk membuka-buka buku catatan. Mereka tidak saling menyapa.

Kalut nampak masih penasaran dengan apa yang sedang direncanakan Gaduh si juru tulis itu. Dia merenung sambil duduk, tiba-tiba matanya terarahkan pada judul "headline" koran yang tidak biasanya sudah tersedia di atas mejanya.

"Siapa yang meletakkan koran di mejaku sepagi ini?", gumamnya. Lalu dia mengambilnya dan membaca sebuah judul berita 'headline" secara berulang-ulang hingga suaranya semakin keras "Flu Burung merajalela di Desa Gemah Ripah".

"Gaduh!!!!!", teriak Kalut. Gaduh terkejut bukan main, tapi segera ia menghampiri Kalut si kepala desa yang sedang benar-benar kalut itu.

"Apa-apaan ini?! Ini pasti ulah kamu!!!" bentak Kalut sambil membanting koran ke muka Gaduh. Gaduh terdiam sejenak, lalu dia pergi meningalkan ruangan atasannya tanpa bicara sepatah katapun. Kalut jadi tambah tidak mengerti dengan ulah juru tulis itu.

"Tidak sopan sekali kamu. Apa sebenarnya yang kamu inginkan!!!" teriak Kalut. Gaduh pura-pura tidak mendengarkan. Ia tetap berlalu menuju meja kerjanya. Kemudian dia merogoh sesuatu dari saku baju safarinya. Ternyata dia mengeluarkan beberapa carik kertas yang bertuliskan judul-judul berita yang bakal disodorkan ke media koran. Satu persatu dibacanya judul-judul itu dengan suara lantang agar atasannya bisa mendengarkan, "Kepala Desa Gemah Ripah menginstruksikan pemusnahan unggas dan tikus", "Bidan Siti Menyatakan Temuan Penyakit Flu Burung pada pasien penderita penyakit panu", "Pemerintah Desa Gemah Ripah Akan Pertimbangkan Suplai Ayam dari Desa Pemalak Untuk Atasi Kelangkaan Unggas", "Kepala Desa Gemah Ripah Usir Bidan Siti Dari Wilayahnya", "Ketua Asosiasi Pengusaha Ayam 'Desa Gemah Ripah' Latah".

Gaduh terus menerus mebacakan judul-judul itu berulang-ulang dengan suara lantang hingga benar-benar menimbulkan kegaduhan di ruang kantor Desa Gemah Ripah yang mulai banyak dikunjungi pegawai dan warga yang mau mengurus hak-hak kependudukan.
(Medy P Sargo/2005)

==============================================================

WHO – NAMRU – HKI

Sebagai konsekuensi dari keanggotaan Indonesia dalam The World Trade Organization (WTO), maka Indonesia ikut pula dalam persetujuan internasional mengenai Trade Related aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs), yang merupakan produk putaran Uruguay tahun 1994. Keputusan strategis ini memang tidak lepas dari adanya tuntutan politis dari masyarakat internasional terhadap negara-negara berkembang seperti Indonesia, terutama dalam rangka harmonisasi hubungan perdagangan multilateral menyangkut hak kekayaan intelektual.


Dalam penerapannya di Indonesia, maka sejak tahun 2000 telah dilakukan revisi serta penambahan undang-undang baru di bidang hak kekayaan intelektual, menyesuaikan kebutuhan serta menyerasikan dengan norma dan standar yang berlaku secara internasional. Kendati demikian, dalam perjalanannya Indonesia sudah beberapa kali dimasukkan oleh Kementerian Perdagangan Luar Negeri Amerika dalam daftar negara yang diawasi secara ketat.


Indonesia dianggap masih lemah dalam penegakan hukumnya, terutama terkait dengan pelanggaran hak cipta meliputi software, film, buku dan musik baik dalam bentuk cassette maupun cd/vcd/dvd. Data angka kerugian yang diumumkan kementerian perdagangan luar negeri Amerika Serikat dari tahun ke tahun menggambarkan eskalasi tindak pelanggaran yang cukup memprihatinkan.


Terancam Sirna

Begitu besar kehendak negara-negara maju, terutama Amerika, terhadap upaya penegakan hukum di Indonesia yang terkait langsung dengan hak kekayaan intelektual. Berbagai kalangan dan lapisan masyarakat diingatkan agar mengubah pandangan konservatif tentang konsep hak kekayaan intelektual pada pandangan yang lebih maju, dengan melirik pada pencapaian penegakan hukum yang dilakukan negara-negara maju pada umumnya.


Apa yang terjadi dalam perkembangannya dewasa ini? Kesadaran masyarakat untuk memahami norma baru dalam konsep Hak Kekayaan Intelektual nampaknya akan terancam sirna oleh ”ketidakjujuran” dan ketidak konsistenan negara-negara maju yang diwakili lembaga-lembaga penelitian seperti NAMRU maupun kelembagaan resmi internasional seperti WHO terhadap upaya memerangi praktek kecurangan dan pelanggaran di bidang HKI selama ini.


Diungkapkan oleh Menteri Kesehatan Siti Fadilah bahwa NAMRU telah menjual secara diam-diam kepada perusahaan pembuat vaksin di negara maju sejumlah sampel virus flu burung yang dikirim Indonesia ke laboratorium rujukan WHO di Namru Hongkong. Bahkan diungkapkan juga bahwa nilai transaksi penjualan sampel virus FLU BURUNG yang dilakukan NAMRU melalui WHO diperkirakan telah mencapai Rp.5.220 triliun dari 58 sample virus flu burung yang dikirim Indonesia. Suatu angka yang sangat fantastis.


Apa yang telah dilakukan WHO dan Namru terhadap “kesepakatan” yang dibuat dengan Pemerintah RI yang diwakili Departemen Kesehatan, maka tak pelak lagi telah mencederai semangat propaganda HKI sebagai unsur penting dalam keserasian hubungan internasional di bidang perdagangan HKI.


Dalam konteks HKI tidaklah terlalu penting mencatat seberapa besar nilai yang dapat dicapai dari hasil penjualan sampel virus tersebut. Namun in principle penjualan secara diam-diam oleh WHO dan NAMRU atas sample virus flu burung yang nota bene merupakan kekayaan negara lain (negara berkembang) sesungguhnya merupakan penghianatan terhadap itikad baik dan kepercayaan suatu negara berkembang seperti Indonesia. Sekaligus merupakan penghianatan negara-negara maju atas komitment terhadap moralitas kerjasama internasional secara keseluruhan.


Akal Bulus Penciptaan Pasar

Kegiatan penelitian yang meliputi penseleksian sample virus flu burung hingga pengembangan menjadi invensi (penemuan baru di bidang teknologi) adalah merupakan embrio dari hak kekayaan intelektual hingga memiliki potensi nilai ekonomis tinggi. Dikhawatirkan langkah WHO dan NAMRU tersebut tidak membantu upaya pembangunan kesadaran masyarakat dunia, khususnya di Indonesia untuk memahami betapa pentingnya patuh pada sistem norma dan standar HKI yang berlaku secara internasional.


Ini tidak saja merupakan kerugian langsung yang ditelan Indonesia, tetapi akan menjadi kerugian berkepanjangan yang akan dihadapi negara-negara berkembang dan padat penduduknya kelak. Sebab bisa menjadi kemungkinan negara-negara maju akan mengembangkan strategi penyebaran generasi virus flu burung tertentu menjadi endemi di suatu negara berpenduduk padat.


Tujuan jangka pendeknya adalah penciptaan pasar bagi produk vaksin penangkalnya yang merupakan hasil pengembangan dari sampel virus flu burung yang dicuri dari Indonesia. Suatu pola strategi pemikiran kaum capitalist yang memandang hal tersebut sebagai hal lumrah. Sementara tujuan jangka panjangnya adalah hal yang selalu terpikirkan oleh kaum ultra-nationalist, yaitu penghancuran suatu bangsa dan penguasaan keunggulan ekonomi suatu negara.

Semoga ingatan kita tidak luput terhadap kasus “SARS” yang telah meberikan keuntungan fantastis kepada pemilik paten (AS) tahun 2001 atas masker yang diproduksi di India. (Medy P Sargo / 2005)

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

HAK MORAL DAN HAK EKONOMIS

Sebagai seorang pekerja di bidang intelektual, apakah itu sastrawan, atau pun scientist, anda perlu mengenali Hak Moral (moral rights) dan Hak Ekonomis (economic rights) yang dapat anda miliki atas sebuah karya yang anda lahirkan. Kesadaran akan Hak Moral dan Hak Ekonomis adalah bagian dari pertumbuhan kebudayaan manusia.

Ketika suatu kelompok masyarakat tertentu belum begitu memahami esensi dari suatu nilai ekonomis yang terkandung dalam setiap karya intelektual yang dihasilkan baik secara individual maupun yang merupakan karya kelompok, maka kita patut khawatir bakal tumbuhnya berbagai tindak pelanggaran atas hak ekonomis milik orang lain dalam masyarakat tersebut.

Bila demikian halnya maka dapat dimengerti munculnya tingkat kekhawatiran di kalangan masyarakat industri negara maju terhadap kecenderungan yang terjadi di negara-negara yang masih dikategorikan sebagai negara baru dalam pembangunan sistem HaKI. Meskipun hal itu bukan berarti bahwa di negara-negara industri maju tidak pernah terjadi pelanggaran HaKI.

Hal yang menarik dalam kehidupan sehari-hari adalah bahwa yang berkembang dalam masyarakat adalah justru sekedar kebutuhan terhadap penghargaan dan pengakuan secara moral atas karya-karya intelektualnya. Belum tumbuh kepada pemberdayaan secara ekonomis atas karya kreatif yang begitu beragam.

Adalah sebuah kenyataan yang terpotret bahwa masyarakat Indonesia (khususnya masyarakat tradisional) pada umumnya lebih mengutamakan terpenuhinya hak moral ketimbang hak ekonomis atas hasil-hasil karya kreatifnya. Memang faktanya tidaklah gampang mewujudkan harapan terpenuhinya hak ekonomis secara wajar kalau bukan melalui kesepakatan yang tidak berimbang.

Tragisnya, bagaimana mungkin hubungan timbal balik antara aspek dihargai dan menghargai serta diakui dan mengakui ini bisa sejajar ketika masuk ke dalam ruang bisnis. Boleh jadi situasi ini dipengaruhi oleh aspek budaya gotong royong, dimana semua orang boleh saling memanfaatkan tanpa memperhitungkan hal-hal yang berkaitan dengan manfaat ekonomis. Segala daya dan kemampuan seseorang selalu dilihat dari fungsi sosialnya. Namun kondisi ini bisa saja dieksploitasi oleh pihak lain yang memiliki kepentingan berbeda.

Akan tetapi sebenarnya apa yang pernah dibanggakan dengan konsep gotongroyong dalam masyarakat Indonesia, nyaris tidak dapat dipertahankan lagi ketika konsep pembenaran atas hak-hak ekonomis harus dipahami dan diterima oleh suatu kelas masyarakat tertentu. Padahal sebagian masyarakat kita belum benar-benar menyadari bahwa konsep gotongroyong yang selama ini dianut pun sebenarnya telah hampir punah. Sebaliknya belum serta merta menyepakati untuk menerima konsep individualistis dan kompetisi bebas yang nota bene identik dengan konsep pembenaran atas hak-hak ekonomis eksklusif.

Pendapat ini boleh dikaitkan dengan pendapat George Foster (Muchlis R.Luddin, “Kedudukan Masyarakat Pedesaan di Tengah-tengah Perubahan Sosial dan Implikasinya pada Pendidikan” Majalah Ilmu dan Budaya, Th.XIII, 1991, hl. 470-471) yang mengkategorikan suatu berbedaan masyarakat Tribalisme dengan masyarakat desa sebagai apa yang disebut “traditional societies”, dan digambarkan penuh dengan keterbatasan. Tak terkecuali di bidang teknologi. Sehingga rentan terhadap ketergantungan pada masyarakat lain. Bahayanya kalau ketergantungan itu hanya bisa dipenuhi oleh masyarakat di luar masyarakatnya, maka yang akan muncul adalah eksploitasi atas “sifat ketergantungan”. (Medy P Sargo)




Anda punya pendapat tentang Hak Kekayaan Intelektual? Silahkan bergabung dalam forum ini.

IPTEK & EKONOMI

IPTEK dan EKONOMI tidak bisa dipisahkan bagaikan dua sisi mata uang. Sejarah telah membuktikan bahwa penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sebaliknya Kemampuan ekonomi dapat mendukung pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi. Saat ini bangsa Indonesia berada dimana? Forum IPTEK & EKONOMI menunggu anda untuk menjawabnya.


2 Comments:


Putut said...

Saya setuju relasi IPTEK dan ekonomi sudah proven sepanjang sejarah. Saya pikir di masyarakat ekonomi sudah tidak mempermasalahkan. Yang saya khawatir adalah kalau masyarakat IPTEK, termasuk BPPT?, yang masih mempertanyakan, meragukan, mengkaji, atau bahkan menganggap tidak ada relasi atau tidak me-related-kan. WAH..WAH..WAH

December 6, 2007 7:36 PM


Medy Sargo said...

Dear Mr/Ms Putut,

Thank's for your great comment. We have the same expectation to all of research institutions, not just BPPT. Even The BAPPENAS and Department of Finance. We hope they can open their "eyes". Let see, what will be happen around 5 years later.
December 17, 2007 6:11 PM

MUSIK & KEJIWAAN


Iwan Fals (kiri), suatu hari jumpa di sebuah hotel di kota Sumedang tahun 1996. Ia penyanyi yang masih memiliki banyak penggemar di Indonesia. Lagu-lagu kritik sosialnya begitu akrab di telinga penggemar tahun 80-an hingga 90-an. Masih ingat dengan "Umar Bakri", "Bento", dan sebagainya. Seandainya Iwan mau mencoba lagi mengangkat tema kritik sosialnya, niscaya masih banyak yang mau mendengarkan. Paling tidak mengalihkan kejenuhan masyarakat pendengar musik pada lagu-lagu ”semau gue”, dan mungkin bisa sebagai terapi atas ketidak puasan terhadap situasi perekonomian negeri dan hingar bingar kerusuhan ”made by Politicians” atau ”made by NGO”. Kita ingin ”Sang Motivator” memacu lagi denyut nadi masyarakat untuk mengembangkan sikap kritis, cerdas, dan peka terhadap masalah-masalah sosial dan kebangsaan. Bukankah kita sedang menuju posisi ”kehilangan”. Kehilangan harga diri sebagai bangsa, kehilangan kesabaran sebagai masyarakat, kehilangan kepercayaan sebagai rakyat, dan kehilangan kearifan sebagai pemimpin. Kalau Iwan Fals tidak ingin bangkit lagi. Bumi dan langit atas negeri ini mengundang bakat-bakat penerus Iwan untuk menelorkan karya-karya kreatif.




Selanjutnya menantikan kontribusi anda .....


PENYANYI-PENYANYI IDOLA




STANDARISASI

Bicaralah diantara kita ...

HAK ASASI MANUSIA

Bicaralah diantara kita .....

LINGKUNGAN HIDUP

Bicaralah diantara kita ...

SOSIAL & AGAMA

SUKSES DI MATA ISTERI

Tobri, seorang tua renta, mengisahkan kehidupannya yang telah ia jalani dalam kemelaratan selama hampir 70 tahun. Dua puluh tahun sebagai bujangan tanpa ijasah apapun ia akhiri dengan menikahi Suryati si Tukang Jamu Gendong yang sering lewat di sebuah pasar tempat ia mangkal sebagai “asisten” Tukang Parkir. .

Tobri mungkin punya daya tarik tersendiri di mata Suryati, sekalipun tidak menjanjikan masa depan yang cerah. Tapi selama 40 tahun Tobri telah membuktikan bahwa dirinya tetap menarik di mata Suryati, hingga ia menginjak usia 60 tahun, dan harus kehilangan Suryati yang meninggal secara mengenaskan. Suryati tergilas kereta api.di depan rumah gubugnya.

Tentu saja Tobri sangat terpukul perasaannya. Kehilangan orang yang dicintainya telah ia alami berulang-ulang sejak anak yang pertama berumur 4 tahun juga tergilas kereta api di depan rumah gubugnya. Lalu setahun kemudian anaknya yang kedua berumjur 4 tahun menyusul tergilas kereta api di depan rumah gubugnya. Dan setahun berikutnya, anaknya yang ketiga berumur 4 tahun juga terlindas habis oleh kereta api yang lewat di depan rumah gubugnya.

”Sejak itu Suryati tidak ingin lagi punya anak. Dia tidak mau lagi kehilangan. Lebih baik tidak memiliki dari pada akan kehilangan”., kata Tobri mengisahkan. Tobri sudah merelakan kehilangan semuanya, tetapi dia tidak ingin lagi memiliki apa-apa. Juga karena faktor usia. Satu-satunya yang ia lakukan untuk mempertahankan hidupnya adalah dengan menjual batuknya di persimpangan jalan, mengharap belas kasihan orang lain.

Tobri mungkin sudah putus asa, seperti yang dikisahkannya. Selama hidupnya bersama keluarga telah berusaha banyak melakukan apapun untuk bertahan hidup.Bukannya tidak pernah mencoba beralih profesi untuk mendapatkan yang lebih baik. Ia telah mencoba berulang kali melamar pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya. Tetapi tidak satu orang pun mau memberi kepercayaan. Satu-satunya kepercayaan yang ia yakini adalah kepercayaan dari Sang Cholik yang telah memberikan kesempatan untuk tetap bisa menjalani pekerjaan sebagai pemungut uang parkir. Paling tidak itu yang selalu ia syukuri.

Satu-satunya pengalaman selama hidupnya yang ia anggap sebagai prestasi adalah ketika di usia 40 tahun dia bisa mendapat pengakuan sebagai Tukang Parkir. Tidak lagi sebagai ”asisten” Tukang Parkir. Itupun didapatnya karena Tukang Parkir sebelumnya meninggal terlindas Truk pengangkut sayuran.

”Menurut anda apakah saya bisa dikatakan sebagai orang sukses?” tanya Tobri dengan suara berat terpatah-patah kepada setiap orang yang mendengarkan kisahnya. Dan Tobri mengakui beberapa orang selalu mengatakan bahwa dirinya adalah orang sukses.

”Lalu menurut anda apa arti kesuksesan orang lain bagi anda sendiri?” Itu pertanyaan Tobri yang selalu dilontarkan kepada setiap orang untuk menguji pujiannya. Tapi tak satu orang pun rupanya pernah berani memberikan jawaban.

Yang dia tahu, hanya satu orang yang pernah mengatakan sejujurnya bahwa dirinya sukses, adalah mendiang isterinya. Dia meyakini pujian isterinya diucapkan dengan tulus. Hal itu dikarenakan isterinya dianggap sebagai orang yang betul-betul mengenali dirinya, mengetahui situasinya, mengetahui kemampuannya, mengetahui perjuangannya, mengetahui kebutuhannya, dan tidak punya kekuasaan atas pekerjaan suaminya. Tobri tahu bahwa isterinya tidak akan menanggung konsekuensi apapun setelah memberi pujian kepada suaminya, kecuali semakin disayang suami. (Medy P Sargo, 12 Juni 2010)

PERDAGANGAN & PARIWISATA

Pariwisata sebaiknya menjadi satu kebijakan dengan perdagangan .... Bicaralah diantara kita ....

PENDIDIKAN & KEBUDAYAAN

PENDAPAT KUNO PARA PAKAR PENDIDIKAN

Saya yakin banyak di antara kita yang pernah mendengar pendapat klasik alias kuno dari para praktisi guru atau pakar pendidikan bahwa pendidikan itu bukan hanya tugas guru. Saya setuju dengan pendapat itu. Tetapi pendapat itu seringkali dikembangkan menjadi argumen untuk membela diri ketika kegagalan pendidikan digugat oleh masyarakat. Para praktisi guru sering berdalih bahwa mana mungkin dengan waktu yang sekian jam pertemuan di kelas guru mampu mengawasi murid. Justru katanya yang lebih bertanggungjawab pada pendidikan anak-anak adalah orang tua. Orang tua harus mampu mengawasi anak-anaknya, karena waktunya lebih banyak.

Sepintas pendapat itu mengandung kebenaran. Jika dikaitkan dengan persoalan waktu yang terbatas, maka orang tua praktis (seharusnya) lebih banyak memiliki waktu untuk mengawasi anak-anaknya dari pada seorang guru. Benarkah demikian? Faktanya tidak jarang dijumpai suatu keluarga yang memiliki kualitas komunikasi yang buruk antar anggota keluarga, khususnya orang tua dengan anak-anaknya. Mungkin secara kumulatif frekuensi pertemuan antara anak dan orangtua cukup banyak. Akan tetapi belum tentu efektif, mengingat tidak cukup banyak hal yang diperbincangkan menyentuh pada persoalan penting dalam proses aktualisasi pendidikan. Paling banyak lebih pada persoalan hambatan yang dihadapi anak baik di lingkungan rumah maupun di luar rumah.

Mari kita telaah. Jika dilihat dari sisi tanggungjawab pendidikan, mana yang lebih berkompeten, guru atau orang tua? Diantara kita ada yang cenderung menjawab keduanya (guru dan orang tua). Tapi jika kita bicara soal sistem pendidikan, maka sesungguhnya kita tidak bisa menyerahkan tanggungjawab pendidikan kepada orang tua. Anda tahu tidak semua orang tua memiliki pendidikan yang cukup. Jangankan untuk mendidik anak-anaknya, untuk menempatkan dirinya sebagai anggota masyarakat yang berpendidikan pun seringkali menghadapi kesulitan. Kesulitan itu sendiri bisa jadi dipengaruhi oleh faktor kondisi intelektual yang memang sepanjang hidupnya tidak pernah menerima cukup pendidikan. Tetapi juga bisa dipengaruhi oleh faktor lain yang lebih kompleks. Misalnya karena mereka tidak memiliki tanggungjawab moral pada pendidikan anak. Dan bisa jadi mereka tidak menyadari bahwa anak-anak mereka akan menjadi bagian dari lingkungan masyarakat yang lebih luas. Sungguh pun para orang tua tersebut memiliki bekal pendididkan yang cukup. Tapi mereka telah begitu mempercayai lembaga pendidikan sebagai lembaga yang dapat mewakili orang tua untuk mendidik anak-anaknya.

Catatan di atas penting digunakan sebagai ukuran masyarakat Indonesia dewasa ini. Lalu apakah kita bisa mempercayakan peran pendidikan pada orang tua. Sebab hanya berapa persen sebenarnya orang tua yang bisa dipercaya mampu mendidik serta mengawasi anak-anaknya secara baik. Padahal kita sadari anak-anak adalah gerenasi penerus pembangunan bangsa.

Bicara mengenai sistem pendidikan, maka pendidikan anak-anak adalah tanggungjawab negara, dan negara dalam hal ini mendelegasikan kepada guru (lembaga pendidikan). Karena itu, usaha untuk memajukan pendidikan tidak cukup hanya menaikkan gaji guru, tetapi harus mengupayakan pemerataan kesempatan pendidikan sampai ke pelosok-pelosok.

Hal lain yang amat penting adalah mengubah pandangan masyarakat tentang kebebasan pergaulan anak-anak dan remaja. Pembatasan terhadap kebebasan anak-anak dan remaja dalam berbagai bentuk pergaulan harus disadari oleh masyarakat sebagai upaya positif untuk membangun fondasi karakter bangsa. Saya kira negara harus berperan lebih dominan dalam menentukan arah pendidikan. Pendidikan untuk generasi penerus bangsa bukan urusan yang bisa diserahkan kepada bangsa lain atau kepada masing-masing warga negara.



BERSAMBUNG ........

Ke depan akan mengupas masalah kualitas guru, kualitas pendidikan dsb.



SELAMAT DATANG UU BHP!

Selamat datang undang-undang Badan Hukum Pendidikan. Kedatangan yang cukup berani mengingat tidak dikehendaki kehadirannya di bumi pertiwi ini. Namun demikian kami rakyat Indonesia siap dipisahkan dari budaya dan kepribadian bangsa. Sebab kami tak akan mampu lagi membiayai internasionalisasi lembaga pendidikan, yang pada akhirnya akan membatasi kurikulum berkepribadian Indonesia. Investor asing di bidang pendidikan tidak akan senang jika lembaga pendidikan yang dimodalinya menerapkan kurikulum yang mampu menyehatkan sikap nasionalisme. Anak cucu kita tidak akan menjumpai lagi pelajaran budi pekerti ala Pancasila. Sejarah kebangsaan pun mungkin bisa disingkirkan. Slogan yang paling menonjol kelak adalah "Indonesia harus bisa mengubah menjadi bagian dari masyarakat dunia secara total, sehingga dunia akan dengan mudah mampu menguasai Indonesia!". Sungguh ini akan menjadi tragedi nasional yang paling menghancurkan masa depan bangsa.

18 Desember, 2007

SASTERA & SENI LUKIS





Medy P Sargo:
DUKA DAKU
Duka menggelepar di hati ini
tak ada kubur baginya
laksana akar semakin pagut
hujan pun tak daya melumerkan
Yang kunanti kini adalah waktu
dalam gusar yang berjengkal-jengkal
Duka seakan bagian dari sukmaku
jika tiada, maka tiada pula daku
(Jkt, 1983)


Medy P Sargo :
SESEORANG YANG LEWAT

Seseorang lewat dan menyapaku “ Hai...!”
( Subang,1981)

Medy P Sargo :
SEPATUKU SARANG TIKUS

Sepatuku
hitam warnanya
tikus di dalamnya....
(Subang, 1981)


Medy P Sargo :
BAJUKU...

Bajuku yang tergantung
merah warnanya
robek sakunya
murah harganya
emakku yang membelinya...
(1981)

Ogon Koesnadi & Medy P Sargo :
GELAP PUN DATANG

Gelap itu datang
dan tak dapat kusambut sebagai kehadiran
Waktupun habis
aku tak punya indera lagi di sini
untuk menilai gelapnya menurutmu

Anakku,
takkan kupahami apakah gelap itu
takkan kucerna apakah terang itu
Inilah yang kau sebut kematian
Mati adalah mati
mati di laut dimakan ikan
mati dikubur menjadi tanah
mati dibakar menjadi abu

Kematian membebaskanku dari derita dunia
Kematian pula yang titip pesan untukmu
“Satu saat kau susul aku”
Di alam sana aku masih ada
(Subang, 18 Juli 1987)


Medy P Sargo :
KARENA.....

Karena tak ada kau
aku kesepian

Karena ada kau
aku kecapaian

Karena ada kau dan aku
lahir perbedaan

Karena ada kau, aku dan perbedaan
pecahlah peperangan

Karena tak ada kau, aku dan perbedaan
maka hanya ada ENGKAU.
(Jkt, Nov 2000)

Medy P Sargo :
SURAT UNTUK KEKASIH KHAYAL

Jeng.....,
Waktu kemarin engkau senyum dari balik punggung suamimu
aku menyeringai, betapa beraninya engkau.
Pagi ini aku dengar kabar bahwa engkau di rumah sakit karena dianiaya suami.
Apakah itu karena soal kemarin?

Jeng.....,
sore ini nampaknya aku harus ke rumah sakit
Tapi maaf, bukan untuk membezoekmu.
Aku harus menjahit kepala, Isteriku tadi siang melempar aku dengan botol.
Seorang rekan sekerja telah mengabari isteri bahwa aku selingkuh.
(Jkt, 16 Mei 2007).

Medy P Sargo :
KESANGSIAN

Tuhan,
maukah Engkau beri aku kekuatan
lantaran berhari-hari akan kugeluti
masa pencarian dengan kesangsian
Kuraih sisa-sisa keberuntungan di jalanan
Kukemas agar nampak sebagai kemurahan-MU

Tuhan,
Kemarin sore pemimpinku di bumi yang berminyak
telah menunjukkan kekuasaan di antara orang-orang papa
Ia jauhkan aku dari minyak yang biasa menghangatkanku
Ia bilang padaku bahwa aku tak akan dapatkan minyak semudah hari kemarin
Aku sangsi Tuhan, apakah kalimat itu seijin-MU?

Kemarin sore pemimpinku di bumi yang berminyak
Telah menunjukkan kemurahan menurut ukurannya
Ia beri aku rupiah yang katanya untuk kesejahteraan
Ia bilang padaku bahwa aku tak perlu kerja tapi dapatkan uangnya
Aku sangsi Tuhan, apakah pemberian itu Engkau berkahi?

Aku cuma tak meyakini
tentang langkahku di atas bumi berminyak
yang tak mudah kujamah
tentang jeritan dan tangis rakyat, yang tak mudah reda
Dan aku cuma yang tak beruntung
Seakan aku jadi tak nampak di sisi-MU

Aku tidak meratap, sekalipun langkahku merayap
Kuraih sisa-sisa keberuntungan di jalanan
Kukemas agar nampak sebagai kemurahan-MU
Karena itu lebih indah dari pada perampasan
Aku bertanya Tuhan, berapa kata yang dimengerti pemimpinku?
(Tng, 19 Desember 2005)


Medy P Sargo :
KEPADA SETANGKAI BUNGA

Bunga,
Engkau kini layu tak bercahya
Wangimu tak semerbak lagi
Kemarin kau tak mau kuraih
Kini seakan penuh isyarat tuk kupetik

Bunga,
Akupun kini t'lah layu
Tanganku keriput dan gemetar
Hatiku mudah berdebar
Mulutku mudah sesumbar
Tekadku gampang pudar.
(Jkt, 18 Nov 1986)


Pesan untuk anda: Jika mencintai seseorang, katakan secepatnya, jangan menunggu hari tua.


ANTARA MINAH DAN AIR MATA

Kata orang, negeriku kaya raya
Sebongkah harapan masa depan menjadi janji tak terukur
Ketika orang di seberang lautan bilang "negerimu kaya"
aku malah tak melihat apa-apa
Ketika orang di seberang lautan bilang " kamu bangsa beruntung"
Aku malah tak punya kata buat mengucap syukur
Bukan karena aku buta, bukan karena aku bisu
Hari ini air mata telah menutupi mataku, dan membasahi mulutku

Minah oh Minah
Betapapun engkau bukan seorang gadis
Betapapun engkau tak mampu memupus dahaga
Namun engkau mampu gairahkan hidupku
dan kujalani hari-hari panjang dalam keresahan
Ketika engkau masih mengisi jerigen tuaku
aku biasa gunakan engkau buat menyiram sumbu kompor
untuk memasak air kali dan menanak nasi dari beras
yang cuma mampu kupungut di pasar kaget

Minah oh Minah
Ketika engkau masih mampu kubeli
aku biasa gunakan engkau buat menyirami sumbu lampu tempel
yang mampu menerangi gubukku hingga pukul setengah sembilan malam,
dan aku bisa tersenyum, karena isteri dan anak-anakku tidur pulas
seusai makan sore nasi kemarin pakai garam dan kerupuk putih
O.... indahnya, akankah masih kumiliki esok pagi yang indah?

Tiba-tiba aku jadi seorang perindu
Karena aku tak bisa melihatmu lagi dengan warna pelangimu
Padahal sedetik yang lalu aku masih menatapmu,
sebelum kudengar kabar buruk yang membakar telingaku
Harga Minah kini naik !!
Minah tak akan bisa kau jamah lagi !!
Minah alias minyak tanah
kini tak akan lagi mengisi jerigen tuamu !!
Minah alias minyak tanah
kini tak akan mudah kau jumpai di sepanjang jalan yang kau telusuri

Minah oh Minah
Ketiadaanmu adalah keberadaan air mata yang melimpah
Ketika kini engkau tak lagi menyulut sumbu komporku
Ketika kini engkau tak lagi menyulut sumbu lampu tempelku
Hatiku pilu, darahku mendidih, napasku sesak
Istreri dan anak-anakku tak bisa lagi tidur pulas
Gubukku kini terendam air mata dan kesangsian

Minah oh Minah
Kucoba membakar air mata yang melimpah di gubukku
Satu persatu kusulut batang korek api hingga penghabisan
hingga aku tak mampu lagi memahami perbedaan
antara Minah yang tak kumiliki dan air mata yang tak kuingini
Nyatanya, keduanya tak bisa menyulut api
Antara Minah dan Air Mata ada lapar dan kegelapan.

(Medy Sargo, Tng, 18 Desember 2005)



Medy P Sargo :
BANGSA KEOK

Aku berdiri di pelataran rumahku yang luas
Aku awasi semua orang yang lewat,
sambil kunyanyikan lagu kebangsaan

Aku hardik orang berkulit coklat yang lancang
Tapi aku diam menunduk dan pura-pura tidak tahu,
ketika seorang berkulit bule berak di pelataran rumahku.
(Jkt, 25 April 2007 - )



KEBUNTUAN
karya: Medy P Sargo

Sekali waktu aku bilang "jangan" pada Sang Presiden
Namun tak satu huruf pun dimengerti Sang Presiden
Lalu Sang Presiden bilang "jangan" padaku
dan tak satu isyarat pun yang kumengerti.

(Jkt, 30 Jan 2007)




ELOK
(Medy P. Sargo)

Elok…,
sesampainya tatapku di wajahmu, kau deburkan ombak asmara
Teduh wajahmu bagai mata air di padang pasir
Indah rambutmu bagai pelangi di pagi hari
Putih kulitmu bagai silau berlian di malam hari

Elok....,
jika kau tak nyaman menuai hasratku
Kan kupastikan deburan ombak di hatiku
tak sampai menerjang langit asmara
Meski aku sangsi……

Berdayakah aku saat kau melirik
Berdayakah aku saat kau tersenyum
Berdayakah aku saat kau menggeliat
Berdayakah aku menampik hasratku

Elok….,
tak kan kupungkiri ketika sehelai rambutmu jatuh di hadapanku
ku tak kan mampu menahan gelora hati
Tak kan kupungkiri ketika kau jatuh dalam pelukanku
ku tak kan mampu mengusikmu untuk pergi meninggalkanku

Elok.....,
Jika sehelai rambutmu diterpa angin dan menyentuh tatapku
Maka hatiku kan tersungkur dan meratap
hingga kau menitipkan hatimu padaku.




KAMERA TUA

(Medy P Sargo)

Di kamar bapakku sore itu, setiba aku dari Jakarta,
kupandangi kamera tua milik bapakku “Made in Germany”
Dahulu sering digenggamnya penuh kebanggaan
Aku begitu berat mengenangnya
Kamera itu yang digunakan bapakku untuk meraih masa depanku

Senyummu begitu hangat setiap menyambut
kepulanganku dari sekolah kala itu
Kini senyum itu hanya ada dalam benakku
Candamu nian sulit hapus dari ingatanku
Ingin aku mengadukan sesuatu,
namun bapak begitu diam dalam kesunyian ini
Aku rindu komentar bapak tentang sesuatu
yang menjadi kesukaanku.

(Subang,Sabtu, 5 Sept 1987)






Bocah Laknat

Aku, yang tak minta pertolongan pada Tuhan
Karena tak mampu menjawab pertanyaan Tuhan tentang dosa
Tak kan kubilang Bapakku sudah mati hanya karena tak punya cangkul
Tak kan kubilang Ibuku sudah renta hanya karena jarang menanak nasi
Tak kan kubilang guruku sudah pikun hanya karena aku tak bersekolah
Tak kan kubilang tetanggaku bisu hanya karena tak pernah menyapaku 

Aku, yang tak minta lebih lama tinggal di Negeriku
Karena tak mampu membayar nasi bungkus dan pajaknya
Tak kan kubayar dengan belati hanya karena tak mau kelaparan
Tak kan kubayar dengan mengumbar ayat-ayat suci hanya karena malas
Aku ini hanya seorang bocah yang tak pernah bersepakat lahir ke dunia
Dan tak minta lahir di tanah Negeri kaya raya ini !! 

Aku juga tak minta Penggede menyapaku dengan bahasa langit
Aku hanya ingin tinggal di pulau kecil yang tandus di tengah samudera
Jauh dari kerimbunan pohon dan atap berlapis genteng
Jauh dari iklan makanan dan pemandangan lalu lalang anak bubaran sekolah
Di sini, di pulau tandus tengah samudera, terik matahari takkan kusesali
Inilah teriak lantangku untuk Sang Penggede : “ Aku, bocah laknat ! Lebih terhormat tak bersekolah dan mati kelaparan di pulau tandus terpencil, dari pada membusuk di negeri yang katanya kaya raya" 

(©Medy P Sargo: Jakarta, 7 Mei 2013)



GaDo-GaDo



BERSAMA MEREKA

Siapa sangka aku akan bisa bertemu dengan anak-anak pengungsi dari Timor Timur di perbatasan, dan siapa tahu di antara mereka ada potensi yang mampu mengubah Indonesiaku menjadi bangsa yang kuat di kemudian hari. Karena itu mereka membutuhkan kesehatan, pendidikan dan kesempatan. Mari kita perjuangkan bersama-sama. Mungkin itu satu-satunya kontribusi kita pada masa depan bangsa ini.



DIALOG SIANG 1

Suatu hari di waktu makan siang terjadi dialog antara Tukang Bangunan (TB)dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang mempekerjakan Tukang Bangunan itu dalam pembangunan rumah tinggal milik pegawai negeri tersebut:

PNS :
Bang, mahal amat sih upah hariannya, tidak sesuai dengan prestasi kerjanya.Masa pasang keramik 1 meter membutuhkan waktu 1 minggu? Kalau begitu pendapatannya jauh lebih besar dari gaji saya yang sarjana dengan pengalaman kerja 20 tahun.

TB :
Upah saya segitu wajar-wajar saja untuk seorang lulusan SMP, pengalaman kerja 15 tahun, praktek sejak kecil membantu pekerjaan bapak saya yang juga tukang bangunan. Kalau gaji Bapak lebih kecil sebagai PNS, kenapa berani mengupah saya untuk pekerjaan bangunan ini?

PNS :
Itu karena terpaksa, saya kan harus punya tempat tinggal yang layak. Soal dari mana saya punya uang untuk bangun rumah, itu urusan saya.

TB :
Tapi kenapa Bapak masih mengeluh padahal masih bisa bangun rumah?

PNS :
Saya tidak mengeluh, cuma tidak suka kalau penghasilan saya bisa disaingi Tukang Bangunan yang hanya lulusan SMP.

TB :
Kalau begitu kita tukaran saja. Saya gantiin posisi bapak, bapak gantiin posisi saya. Beres kan?

PNS :
Boleh saja, asal anda bisa lulus ujian seleksi PNS.

TB :
Setuju saya, tapi bapak juga harus lulus uji kemampun pekerjaan bangunan.

PNS :
????!!!

TB :
Kanapa diam Pak?

PNS :
Begini...., kalau kita sama-sama lulus dan bisa jadi tukaran posisi, satu lagi syarat lain. Kita tidak boleh tukaran isteri. Karena isteri kita belum tentu mau tukar posisi.

TB :
????!!!



MIMPI BURUK

Masih tak dapat kupahami tentang mimpi semalam. Dalam mimpiku aku menyaksikan sebuah kapal selam canggih dari negeri antah berantah menyusuri dasar laut mendekati sebuah pulau di wilayah negeriku. Pada satu titik tiba-tiba kapal selam itu berhenti. Dari badan kapal selam itu muncul suatu alat besar berwarna abu-abu yang dilengkapi bor raksasa berwarna metalik. Kemudian ditancapkannya bor itu dengan putaran yang sangat kencang ke dalam dinding lapisan tanah dari pulau itu. Entah apa yang sedang mereka kerjakan. Tidak berapa lama kemudian mereka memasukkan sesuatu benda menyerupai bom berukuran kecil ke dalam lobang yang baru saja mereka bor. Benda itu berukuran kecil. Tapi jika itu bom pasti punya kekuatan ledak yang sangat dasyat. Lalu mimpiku terputus karena terbangunkan oleh adzan subuh.

Beberapa bulan kemudian aku mimpi buruk yang lain. Tiba-tiba suatu pagi dini hari terjadi gempa dengan kekuatan 7,9 skala richter di sebuah pulau besar yang dalam mimpi burukku sebelumnya pernah ditanami bom oleh sekelompok orang dari negeri antah barantah. Semua penduduk panik, bahkan banyak yang meninggal tertimpa bangunan yang runtuh. Selang beberapa menit kemudian disusul bencana tsunami yang menelan korban ratusan ribu jiwa. Lalu aku terbangunkan lagi oleh sebuah adzan subuh yang merdu.

Kemarin, aku bermimpi buruk lagi. Anehnya mimpiku yang ini hanya pengulangan dari mimpi-mimpi buruk sebelumnya. Tetapi kali ini tidak terjadi Tsunami. Apakah ini mimpi yang tidak sempurna? Akankah mimpi buruk yang sebelumnya terulang lagi nanti? Mungkin saja untuk kesempurnaan mimpi itu. Sehingga gempa yang terjadi nanti akan disusul bencana tsunami.

Jika kelak mimpi buruk yang sempurna aku alami lagi, itu pasti akan mengalihkan perhatianku dari persoalan kebiadaban barisan iblis yang sedang membinasakan anak-anak tidak berdosa di suatu wilayah nun jauh di sana. Mungkinkah ada hubungannya antara gempa yang mangalihkan perhatianku dengan pasukan iblis yang sedang berupaya merampas wilayah di dataran nun jauh di sana? Segala kemungkinan itu pasti ada. Namanya juga mimpi. (Jkt, 8 Januari 2009)