28 Desember, 2007

HUKUM & POLITIK

BARACK OBAMA VS HARAPAN BANGSA PEMALAS

Hanya kata “memalukan!” yang paling tepat dicirikan pada sebagian bangsa kita (termasuk di dalamnya para pengamat/tokoh politik dan ekonomi), yang menempatkan harapan terlalu tinggi pada Barack Obama sebagai Presiden terpilih Amerika Serikat.

Bagaimana tidak, mereka para pengamat/tokoh politik khususnya, menanggapi kemenangan Barack Obama sebagai keberuntungan bagi Indonesia. Mengingat kata mereka, Barry (panggilan kecil Barack Obama) adalah orang yang pernah tinggal di Indonesia pada masa kecilnya (sebenarnya tidak sampai lebih dari 3 tahun). Bahkan disinyalir pernah menganut agama Islam (agama yang dianut ayahnya berkewarganegaraan Kenya) dan diduga pernah berkewarganegaraan Indonesia sebelum akhirnya pindah dan menetap di Amerika Serikat.

Banyak di antara kita yang meramalkan (sebenarnya mengharapkan) bahwa Obama akan memperlakukan Indonesia lebih baik dari pada presiden sebelumnya, hanya karena Obama diperkirakan masih memiliki ikatan emosional dengan rakyat Indonesia. Benarkah demikian? Terlebih lagi karena Obama memiliki adik perempuan, Maya Soetoro, yang ber-ayah-kan orang Jawa.

Mungkin sebaiknya kita perlu minta pendapat Maya Soetoro, yang kini berkewarganegaraan Amerika, apakah dia sebagai anak orang Jawa memiliki kecintaan pada Indonesia? Tentu saja bukan bermaksud meragukan. Tetapi sebagai orang berkewarganegaraan Amerika wajar tentunya bila dia lebih membela kepentingan negaranya. Apalagi bagi Obama, yang hanya memiliki setetes “masa” saja menetap di Indonesia. Sementara seorang pelaku bom Bali yang note bene orang Indonesia tulen pun justru tidak memiliki beban menghianati bangsanya. Bagi Obama tentu tidaklah menjadi beban untuk tidak memikirkan Indonesia, kecuali Indonesia akan memberikan keuntungan yang jauh lebih besar dari apa yang akan Amerika berikan kepada Indonesia.

Obama yang pernah bersekolah (SD) di daerah Menteng, diangan-angankan sebagian rakyat Indonesia untuk sedikit saja “berpihak” pada Indonesia. Sesungguhnya sah-sah saja orang memiliki angan-angan demikian. Tetapi penting bagi bangsa ini untuk berpandangan realistis. Jangan terbius oleh hal-hal yang musykil. Sebab itu akan membuat bangsa ini menjadi bangsa yang pantas dipermalukan oleh diri sendiri.

Munculnya pandangan tentang “keberpihakan” Obama kepada Indonesia sesungguhnya hanya sekedar menunjukkan bahwa bangsa ini lebih mengedepankan pertimbangan-pertimbangan emosional yang sangat lemah. Barangkali pandangan tersebut boleh diakui sebagai penandaan terhadap bangsa yang lebih akrab dengan budaya KKN dan “Kemalasan”.

Bangsa yang akrab dengan KKN dan kemalasan adalah bangsa yang selalu berharap mendapat sesuatu dari perhatian orang lain tanpa ia merasa harus berusaha dengan keras. Bahayanya kalau hal itu terlalu diyakini, maka ia akan berpengaruh pada ketahanan bangsa. Bangsa ini menjadi lengah, karena merasa tidak memiliki ancaman dari luar.

Sepanjang perjalanan sejarah bangsa kita, belum pernah diuntungkan oleh kebijakan luar negeri negara-negara maju. Ini jika kita mau benar-benar main itung-itungan. Pandangan ini tidak ada hubungannya dengan benci atau tidaknya pada bangsa lain. Karena kita selalu harus menyadari tidak ada pengorbanan bangsa lain untuk lebih memajukan bangsa kita dari pada negaranya sendiri.

Mari kita simak pidato berulang-ulang Barack Obama sejak tahun 2004. Dia mengatakan bahwa tidak ada “Arab-Amerika”, tidak ada “Latin-Amerika”, yang ada adalah United State of America. Artinya Obama tidak akan melihat perbedaan dan membeda-bedakan. Dia hanya melihat bahwa yang ada adalah Amerika Serikat. Seorang Obama lebih melihat Amerika sebagai suatu negara yang utuh teritegrasi. Pernyataan tersebut bukan sekedar menegaskan bahwa Obama menentang perbedaan, tetapi juga dia lebih mengedepankan kepentingan Amerika Serikat di atas segala-galanya.

Dalam dunia politik bila ingin melindungi kepentingan negaranya maka tentu saja bila perlu menyingkirkan kepentingan negara lain dengan berbagai pendekatan. Pendekatan yang halus ataupun kasar hanyalah sebuah cara. Dan bagi negara mana pun di dunia, pastilah tidak menghendaki kepentingannya dihancurkan. Jika ada sebuah negara yang tidak menyadari bahwa kepentingannya sedang dihancurkan negara lain, itu hanya dikarenakan terlalu menyandarkan harapan pada belas kasih negara lain. Jika demikian adanya, maka benarlah bangsa ini adalah bangsa pemalas.

Bagi bangsa pemalas, barangkali tidak akan protes ketika "kakinya" diamputasi oleh ”kebaikan” negara lain yang hanya menggantinya dengan sepiring nasi untuk makan sehari. Dan jika calon pemimpin kita yang akan bertarung di Pemilu tahun 2009 masih berfikir demikian, sebaiknya tidak memberanikan diri ikut dalam bursa pencalonan pemimpin negara. Negara ini memerlukan pemimpin yang merdeka, cerdas, tegas, pantang menyerah, dan punya harga diri.


=========================================================


Lagu PEMOEDA INDONESIA (1943)

Kalau saat pra peringatan 17 Agustus 2007 masyarakat dihebohkan oleh berita generasi pemuda Indonesia yang terkejut bahwa sebenarnya lagu Indonesia Raya terdiri dari 3 (tiga) stanza arau kuplet, walaupun para pandu Indonesia seperti Pandu Rakyat Indonesia, Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI) dlsb yang kemudian menjadi Praja Muda Karana (Pramuka) sebenarnya telah hafal sebagai salah saru syarat kenaikan tingkat ketrampilan, maka pasca peringatan 17 Agustus 2007 ini seharusnya masyarakat benar2 heboh dengan tergalinya lagu PEMOEDA INDONESIA ciptaan guru Siagian, 1943 di Aceh, yang direkam oleh Bapak Alwin Nurdin, saat itu masih siswa di Kutaraja, Aceh, setingkat Sekolah Menengah Umum sekarang. Lagu tersebut menyatakan “Pemoeda Indonesia , Harapan Noesa dan Bangsa. Siap sedia, ichlas semoea. Berkorban seloeroeh tenaga. Fikiran dan joega harta oentoek Iboe Indonesia . Agar tertjapai tjita-tjita … Indonesia Merdeka !” Karena lagu itulah, semangat pemoeda Alwin Nurdin terpanggil masuk Giyugun (PETA – Pembela Tanah Air, Bireun, Aceh), Agustus 1945 dan kemudian tergabung dalam Barisan Pemoeda Indonesia (BPI, 21 September 1945), ber-turut2 perwira Tentara Keamanan Rakyat (TKR, Medan), KaStaf Operasi Komando Resimen Laskar Rakyat MEDAN Area, perwira Komando TT-I Sumatara Utara, siswa Hogere Krijgsschool (setingkat Sekolah Komando) di Den Haag, dosen SSKAD, Bandung, Dan Yon 306/9 Siliwangi dan perwira SUAD-MABAD di Jakarta.
Dan generasi pengawal Indonesia Merdeka kini perlu bersyukur karena pada 24 Agustus 2007 jam 14 – 17 wib di Ruang GBHN, Gedung Nusantara V, MPR RI, Senayan, Bpk Alwin Nurdin dkk seperjuangannya bersedia berbagi pengalaman dalam Bina Patriot Persatuan & Kesatuan Bangsa, sekaligus yanyikan lagu PEMOEDA INDONESIA tersebut.
Tidak berkelebihan, penampilan kembali lagu PEMOEDA INDONESIA itu ternyata diikuti pada hari yang sama jam 20 wib oleh Konser Kebangsaan gelaran PERBANAS di Balai Sarbini, Jl. Jenderal Sudirman, tempat Bpk Alwin Nurdin selaku KaDep BinGenDa LVRI (Bina Generasi Muda, Legiun Veteran Republik Indonesia) berkantor se-hari2.
Inilah yang disebut sebagai nikmat yang Allah SWT berikan kepada umatNya yang saleh, iman dan taqwa, serta para generasi pemuda sebagai pengawal Indonesia Merdeka guna penguatan jiwa Pariot Persatuan & Kesatuan Bangsa Indonesia.
DIRGAHAYU 62 Tahun INDONESIA MERDEKA.
Jakarta, 23 Agustus 2007

Pandji R. Hadinoto,
KorNas KERABAT45 [www.asiabersama.com/kerabat45]

=========================================================



PILKADA
Sumber: pendapat pribadi, 20 Mei 2008.

Sekarang ini musim jalan pintas. Banyak orang yang ingin mencalonkan jadi Kepala Daerah tapi tidak punya visi yang kuat, selain cuma punya uang yang kuat. Sadar bahwa mereka tidak akan mendapatkan suara publik. Lalu mereka membonceng popularitas nama artis/selebritis. Ditempelkanlah nama artis itu di dadanya. Sebaliknya Si Artis juga pengen jadi birokrat. Aji mumpunglah yang dianut. Maka mereka pun rela dimasukkan ke dalam kantong celana calon partnernya.

Yang amat sangat mengherankan. Semua calon pilkada rela mengeluarkan biaya yang tak terkira besarnya. Milyaran rupiah!!!. Lalu kalau mereka jadi pejabat nanti, apakah gaji mereka selama 5 tahun bisa cukup mengembalikan modal yang mereka keluarkan?

Kira-kira bagaimana mereka bisa menjelaskan soal ini? Tapi dari pada memaksa mereka untuk berbicara penuh kebohongan, lebih baik jangan ditanya soal itu. Kasihan. Kita pun yang mendengar nantinya akan semakin bingung. Apalagi kalau partai yang mencalonkannya ikut-ikutan menjawab. Belum lagi jika dikait-kaitkan dengan pihak lain yang disebut-sebut sebagai donatur, yang katanya menyumbang tanpa pamrih. Seingat saya, di dunia ini tidak ada "makan siang yang gratis". Jadi bohong kalau ada partai yang tidak punya pamrih. Seorang yang setiap hari berpakaian bersih pun belum tentu ia selalu berada di tempat bersih. (Medy P. Sargo)

=========================================================


TEROR FLU BURUNG
(Sekedar untuk mengerutkan kening)

"Pusing!!!" keluh Kalut, seorang laki-laki berperawakan tinggi besar yang baru satu hari terpilih sebagai Kepala Desa Gemah Ripah.

" Kenapa Pak? " tanya Gaduh, juru tulis Desa yang sudah bekerja hampir 25 tahun di kantor Desa itu.

" Semalam aku didatangi utusan dari Desa Pemalak. Kamu tahu kan Desa Pemalak?"

" Tahu Pak, Desa itu paling maju di wilayah ini, dan sering banyak menawarkan bantuan dana bagi pembangunan Desa kita. Desa itu juga punya banyak kegiatan bisnis di Desa kita ini. Salah satunya penambangan emas di wilayah Desa kita bagian timur, itu adalah usaha milik Desa Pemalak. Lalu kenapa dengan soal kedatangan utusan itu, Pak?" kata Gaduh sambil merapikan buku catatan di atas mejanyanya yang sudah agak usang dan reyot.

"Itulah soalnya. Utusan itu bilang bahwa Desa Pemalak berkehendak untuk mensuplai paha dan sayap ayam ke Desa Gemah Ripah, desa kita, karena di desanya tidak ada warganya yang suka bagian ikan ayam seperti itu. Dari pada terbuang mendingan dijual ke desa kita katanya" Kata Kalut dengan suara gemetar.

"Bapak tidak usah panik. Itu soal biasa, setiap ada pergantian kepala desa di Desa Gemah Ripah ini Desa Pemalak selalu minta itu dan ini. Kita memang sulit menolak, karena kita punya banyak utang pada Desa itu", Gaduh berusaha menenangkan atasannya itu.

"Masalahnya, bagaimana mungkin aku bisa menerima suplai paha ayam, sementara di desa kita juga sudah banyak pengusaha ayam. Saya kan tidak bisa menerima begitu saja. Bisa-bisa saya digantung para pengusaha ayam di desa kita".

"Gampang saja Pak. Serahkan tugas itu kepada saya, dan saya akan koordinasi dengan Ketua Asosiasi Pengusaha Ayam di desa kita ini, namanya Pak Unggas. Juga saya akan minta Bidan Siti untuk membantu memecahkan masalah ini", kata Gaduh bersemangat.

"Lho apa hubungannya dengan Bidan Siti?", tanya Kalut.

"Pokoknya setidak-tidaknya dia mengerti sedikit tentang kesehatan. Di desa kita kan tidak ada dokter. Saya mau minta Bidan Siti untuk menjadi artis dalam beberapa pekan, menjelaskan tentang bahayanya virus flu burung yang menjangkiti unggas penduduk. Kita akan datangkan wartawan media tv agar meliput ini. Segera setelah berita ini tersebar, penduduk akan panik dan akan memusnahkan unggas peliharaannya".

Kalut nampak masih belum dapat menangkap apa yang dimaksudkan stafnya si juru tulis yang berperawakan kecil itu.

"Gaduh!! sebenarnya apa yang mau kamu lakukan. Kamu harus beritahu saya sebelumnya. Saya ini kan atasan kamu." kata Kalut berusaha mengingatkan dengan suara agak dibuat nge-bass agar nampak berwibawa.

"Percayalah Bapak Kepala Desa, saya akan melakukan sesuatu yang dapat mengurangi beban Bapak. Bahwa cara saya ini nantinya akan memojokkan Bapak, itu bukan persoalan saya, karena saya sama sekali tidak punya niatan ke arah itu. Tapi paling tidak masalah Bapak akan teratasi." kata Gaduh sambil beranjak ke luar ruangan. Begitu berbegasnya hingga Kalut pun tidak sempat lagi dapat berkata-kata.

Besoknya, Gaduh sudah berada di meja kerja jauh lebih pagi, dengan pakaian yang lebih rapi. Dan tidak lama kemudian Kalut datang memasuki ruangan menuju kamar kerjanya di bagian belakang. Dia sempat melewati meja Gaduh yang sedang duduk sibuk membuka-buka buku catatan. Mereka tidak saling menyapa.

Kalut nampak masih penasaran dengan apa yang sedang direncanakan Gaduh si juru tulis itu. Dia merenung sambil duduk, tiba-tiba matanya terarahkan pada judul "headline" koran yang tidak biasanya sudah tersedia di atas mejanya.

"Siapa yang meletakkan koran di mejaku sepagi ini?", gumamnya. Lalu dia mengambilnya dan membaca sebuah judul berita 'headline" secara berulang-ulang hingga suaranya semakin keras "Flu Burung merajalela di Desa Gemah Ripah".

"Gaduh!!!!!", teriak Kalut. Gaduh terkejut bukan main, tapi segera ia menghampiri Kalut si kepala desa yang sedang benar-benar kalut itu.

"Apa-apaan ini?! Ini pasti ulah kamu!!!" bentak Kalut sambil membanting koran ke muka Gaduh. Gaduh terdiam sejenak, lalu dia pergi meningalkan ruangan atasannya tanpa bicara sepatah katapun. Kalut jadi tambah tidak mengerti dengan ulah juru tulis itu.

"Tidak sopan sekali kamu. Apa sebenarnya yang kamu inginkan!!!" teriak Kalut. Gaduh pura-pura tidak mendengarkan. Ia tetap berlalu menuju meja kerjanya. Kemudian dia merogoh sesuatu dari saku baju safarinya. Ternyata dia mengeluarkan beberapa carik kertas yang bertuliskan judul-judul berita yang bakal disodorkan ke media koran. Satu persatu dibacanya judul-judul itu dengan suara lantang agar atasannya bisa mendengarkan, "Kepala Desa Gemah Ripah menginstruksikan pemusnahan unggas dan tikus", "Bidan Siti Menyatakan Temuan Penyakit Flu Burung pada pasien penderita penyakit panu", "Pemerintah Desa Gemah Ripah Akan Pertimbangkan Suplai Ayam dari Desa Pemalak Untuk Atasi Kelangkaan Unggas", "Kepala Desa Gemah Ripah Usir Bidan Siti Dari Wilayahnya", "Ketua Asosiasi Pengusaha Ayam 'Desa Gemah Ripah' Latah".

Gaduh terus menerus mebacakan judul-judul itu berulang-ulang dengan suara lantang hingga benar-benar menimbulkan kegaduhan di ruang kantor Desa Gemah Ripah yang mulai banyak dikunjungi pegawai dan warga yang mau mengurus hak-hak kependudukan.
(Medy P Sargo/2005)

==============================================================

WHO – NAMRU – HKI

Sebagai konsekuensi dari keanggotaan Indonesia dalam The World Trade Organization (WTO), maka Indonesia ikut pula dalam persetujuan internasional mengenai Trade Related aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs), yang merupakan produk putaran Uruguay tahun 1994. Keputusan strategis ini memang tidak lepas dari adanya tuntutan politis dari masyarakat internasional terhadap negara-negara berkembang seperti Indonesia, terutama dalam rangka harmonisasi hubungan perdagangan multilateral menyangkut hak kekayaan intelektual.


Dalam penerapannya di Indonesia, maka sejak tahun 2000 telah dilakukan revisi serta penambahan undang-undang baru di bidang hak kekayaan intelektual, menyesuaikan kebutuhan serta menyerasikan dengan norma dan standar yang berlaku secara internasional. Kendati demikian, dalam perjalanannya Indonesia sudah beberapa kali dimasukkan oleh Kementerian Perdagangan Luar Negeri Amerika dalam daftar negara yang diawasi secara ketat.


Indonesia dianggap masih lemah dalam penegakan hukumnya, terutama terkait dengan pelanggaran hak cipta meliputi software, film, buku dan musik baik dalam bentuk cassette maupun cd/vcd/dvd. Data angka kerugian yang diumumkan kementerian perdagangan luar negeri Amerika Serikat dari tahun ke tahun menggambarkan eskalasi tindak pelanggaran yang cukup memprihatinkan.


Terancam Sirna

Begitu besar kehendak negara-negara maju, terutama Amerika, terhadap upaya penegakan hukum di Indonesia yang terkait langsung dengan hak kekayaan intelektual. Berbagai kalangan dan lapisan masyarakat diingatkan agar mengubah pandangan konservatif tentang konsep hak kekayaan intelektual pada pandangan yang lebih maju, dengan melirik pada pencapaian penegakan hukum yang dilakukan negara-negara maju pada umumnya.


Apa yang terjadi dalam perkembangannya dewasa ini? Kesadaran masyarakat untuk memahami norma baru dalam konsep Hak Kekayaan Intelektual nampaknya akan terancam sirna oleh ”ketidakjujuran” dan ketidak konsistenan negara-negara maju yang diwakili lembaga-lembaga penelitian seperti NAMRU maupun kelembagaan resmi internasional seperti WHO terhadap upaya memerangi praktek kecurangan dan pelanggaran di bidang HKI selama ini.


Diungkapkan oleh Menteri Kesehatan Siti Fadilah bahwa NAMRU telah menjual secara diam-diam kepada perusahaan pembuat vaksin di negara maju sejumlah sampel virus flu burung yang dikirim Indonesia ke laboratorium rujukan WHO di Namru Hongkong. Bahkan diungkapkan juga bahwa nilai transaksi penjualan sampel virus FLU BURUNG yang dilakukan NAMRU melalui WHO diperkirakan telah mencapai Rp.5.220 triliun dari 58 sample virus flu burung yang dikirim Indonesia. Suatu angka yang sangat fantastis.


Apa yang telah dilakukan WHO dan Namru terhadap “kesepakatan” yang dibuat dengan Pemerintah RI yang diwakili Departemen Kesehatan, maka tak pelak lagi telah mencederai semangat propaganda HKI sebagai unsur penting dalam keserasian hubungan internasional di bidang perdagangan HKI.


Dalam konteks HKI tidaklah terlalu penting mencatat seberapa besar nilai yang dapat dicapai dari hasil penjualan sampel virus tersebut. Namun in principle penjualan secara diam-diam oleh WHO dan NAMRU atas sample virus flu burung yang nota bene merupakan kekayaan negara lain (negara berkembang) sesungguhnya merupakan penghianatan terhadap itikad baik dan kepercayaan suatu negara berkembang seperti Indonesia. Sekaligus merupakan penghianatan negara-negara maju atas komitment terhadap moralitas kerjasama internasional secara keseluruhan.


Akal Bulus Penciptaan Pasar

Kegiatan penelitian yang meliputi penseleksian sample virus flu burung hingga pengembangan menjadi invensi (penemuan baru di bidang teknologi) adalah merupakan embrio dari hak kekayaan intelektual hingga memiliki potensi nilai ekonomis tinggi. Dikhawatirkan langkah WHO dan NAMRU tersebut tidak membantu upaya pembangunan kesadaran masyarakat dunia, khususnya di Indonesia untuk memahami betapa pentingnya patuh pada sistem norma dan standar HKI yang berlaku secara internasional.


Ini tidak saja merupakan kerugian langsung yang ditelan Indonesia, tetapi akan menjadi kerugian berkepanjangan yang akan dihadapi negara-negara berkembang dan padat penduduknya kelak. Sebab bisa menjadi kemungkinan negara-negara maju akan mengembangkan strategi penyebaran generasi virus flu burung tertentu menjadi endemi di suatu negara berpenduduk padat.


Tujuan jangka pendeknya adalah penciptaan pasar bagi produk vaksin penangkalnya yang merupakan hasil pengembangan dari sampel virus flu burung yang dicuri dari Indonesia. Suatu pola strategi pemikiran kaum capitalist yang memandang hal tersebut sebagai hal lumrah. Sementara tujuan jangka panjangnya adalah hal yang selalu terpikirkan oleh kaum ultra-nationalist, yaitu penghancuran suatu bangsa dan penguasaan keunggulan ekonomi suatu negara.

Semoga ingatan kita tidak luput terhadap kasus “SARS” yang telah meberikan keuntungan fantastis kepada pemilik paten (AS) tahun 2001 atas masker yang diproduksi di India. (Medy P Sargo / 2005)

Tidak ada komentar: