16 Juni, 2021

Toha dan Angil

SABTU sore ketika belum sempat gelap menjadi malam Toha Marga datang ke rumah perempuan itu, langsung dari Jakarta. Entah yang keberapa kali kedatangannya ini, setelah sekian lama dia menjalin hubungan dengan perempuan yang selalu dipanggilnya Angil. Tapi kali itu wajah Angil muram. Hatinya sedang tak bergelora. Sekali-sekali dia beranjak ke teras rumahnya, menengok ke arah jalan memperhatikan lalu lintas kendaraan di depan rumahnya. Dia nampak begitu gelisah.
 
Beberapa saat suasana terasa hening. Toha yang berharap ditanyai kabar tentang dirinya karena baru diangkat jadi PNS, sore itu harus gigit jari. Angil sepertinya tak ingin banyak berbincang seperti pertemuan-pertemuan sebelumnya. Serta merta Toha merasa berada di tempat asing. Padahal hubungannya dengan Angil selama ini dirasakannya baik-baik saja. Tidak ada pertengkaran soal orang ketiga. Tapi kini pikirannya tiba-tiba mulai menangkap kegelisahan Angil.

Toha bangkit dari duduknya dan menghampiri Angil di teras. Mereka memperhatikan lalu lintas kendaraan di jalan depan rumah. Sejauh itu belum juga ada kendaraan yang berhenti di depan rumah. Lalu dia memperhatikan wajah Angil. Perempuan yang dia amat cintai sejak lama itu rupanya sudah berdandan seperti hendak pergi ke sebuah pesta. Tapi pastilah bukan pergi bersama dirinya. Karena Angil tak pernah membicarakan sebelumnya. Angil tiba-tiba nampak pucat, karena Toha begitu lama mengawasinya. Hmm...sebuah kepastian, pikir Toha.

"Kau sedang menantikan kedatangan seseorang, tapi sementara aku masih berada di sini. Lalu kau gelisah, bukan?", tanya Toha. Angil pun menunduk setelah agak sedikit menganggukkan kepalanya.
"Baiklah...", kata Toha. Dia kembali ke ruang tamu mengambil jaketnya. Lalu kembali menghampiri perempuan yang masih pucat itu. "Bagiku tidak penting mengetahui siapa laki-laki yang sedang kau tunggu, Angil, Kau sudah menjawabnya meski tetap membisu. Aku bukan seorang lelaki yang suka bersengketa soal perempuan. Tidak ada keinginan mempertahankan seorang perempuan yang bimbang apalagi yang sudah menetapkan pilihan", tambah Toha. 

Tak perlu berpikir panjang bagi Toha. Lelaki berperawakan sedang ini langsung berlalu begitu saja meninggalkan rumah Angil. Toha tak memerlukan sepatah kata apapun dari Angil. Tapi Angil sepertinya memperhatikan gontai langkah Toha yang tegap dan menangkap kesan kepastian bahwa Toha segera meninggalkan dirinya untuk selamanya. Toha tetap melangkah tanpa menoleh ke belakang. Dia cuma berkata dalam hatinya, bahwa ketika tidak dipersatukan dalam satu atap dengan perempuan yang bukan jodohnya, sesungguhnya adalah sebuah keberuntungan. Tuhan telah menyelamatkan hidupnya. Meski perasaan terhina sempat berkecamuk dalam pikiran dan hatinya. Tapi dia segera menyadarinya bahwa Tuhan punya kehendak lain. 

Beberapa tahun kemudian Toha mendapatkan kabar yang agak mengejutkannya dari seorang temannya bahwa Angil yang kini sudah bersuami dan memiliki anak itu belakangan seringkali berprilaku aneh setiap kali mendengar nama Toha Marga disebut-sebut seseorang. Lalu tertangkaplah kesan, seorang teman mencurigai bahwa Toha mungkin telah mengerjai Angil lewat tangan dukun. "Astaghfirullah...", seru Toha beristighfar. "Seingatku dalam kesadaran yang penuh aku tidak pernah merawat dendam terhadap perempuan mahal itu. Bahwa dulu pernah merasa kecewa, tentu saja, manusiawi. Namun kini justru aku merasa bersyukur kepada Allah karena tidak jadi beristerikan perempuan yang bukan jodohku. Titik", ucap Toha kepada Yohan, teman karibnya.
 
BERSAMBUNG..